Whom to Trust: Ourselves or Psychic?


image, courtesy of www.beinart.org

Guna-guna? Ramalan karier, jodoh? Sepertinya media kita dibombardir dengan iklan-iklan yang menawarkan jasa-jasa yang kita sebut 'paranormal'. Kalau mau dapat ramalan ngini nganu, tinggal kirim sms REG spasi nganu-nganu ke nomor tut tat tut. Saya cukup bertanya-tanya, "hari gini masih ada yang percaya beginian?" Ternyata pandangan naif saya salah. Kenyataan bikin saya kaget. Di sebuah page twitter milik seorang mentalis terkenal, banyak yang berkonsultasi tentang jodoh, karier, ilmu hitam, dan tetek bengeknya. Dari tweet sang pemilik account, saya mendapat kesan bahwa pertanyaan ini termasuk dalam service yang ditawarkan, alias selain mentalist, dia juga peramal/paranormal. Ternyata seorang yang pernah saya temui, seorang self-healer, cukup concern dengan pemberian jasa konsultasi semacam ini. Beresiko dikira mencari publisitas dan cari ribut, ia menyatakan ketidaksetujuannya secara terang-terangan, bahwa menanyakan soal takdir pada orang lain, entah itu paranormal atau mentalis, adalah tindakan yang bodoh. Saya setuju sekali dengan pernyataannya itu. Someone should take a stand on this maddest of the madness.

Dunia ramal meramal bukanlah dunia yang benar-benar asing bagi saya. Mantan pacar saya dulu waktu SMA adalah seorang peramal. Entah dengan kartu tarot, garis tangan, lepehan daun teh, atau apapun itulah. Saya tidak bilang dia tukang bohong, penipu, atau sebagainya. Segala sesuatu punya potensi kebenaran. Untuk membuktikannya, saya juga ikut-ikutan belajar, pakai kartu tarot. Namun setelah beberapa lama menggunakannya, saya ngeri sendiri. Siapa saya yang berhak untuk membacakan takdir orang lain. It felt as if I was overstepping God and it haunted me for most. Oleh karena itu, saya berhenti, tidak pernah mau menggunakannya lagi meski ada beberapa orang yang "memaksa" saya untuk kembali "berpraktek".

Sekali lagi, saya tidak bilang bahwa meramal itu dosa. Semua itu ada di tangan Tuhan, bukan manusia. Menyinggung soal ranah siapa, manusia itu dianugerahi dengan intuisi, suara hati yang senantiasa memandu kita dalam setiap langkah kita. Suara hati, yang saya percaya berasal dari Tuhan sendiri, akan membantu kita dalam menjalani hidup ini. Apalah arti sekolah kehidupan kalau kita tidak belajar, tidak mau mengambil resiko? Tanpa mau berpanjang-panjang lagi, saya pikir adalah sebuah kebodohan untuk menyerahkan kebebasan kita untuk mengambil keputusan, untuk jatuh dan bangkit, untuk belajar pada orang lain, yang notabene adalah manusia juga, bukan Tuhan. We are 'gifted' with our own intuition to lead us to The Path, I think it's deluding to grant power upon our life to another human being.

Saya tidak memaksa bahwa setiap orang harus setuju dengan pernyataan ini. Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk menjadikan hal ini sebagai salah satu wacana pikiran kita. Hal ini agar nantinya ketika kita menghadapi masalah yang menghadapkan kita pada persinggungan ini, kita lebih siap, tahu, dan yakin dengan langkah yang kita ambil. To relinquish our power upon ourselves and give it to someone else, to believe or not to believe in the voice deep within ourselves.

0 comments: