"KeNaPa HaRus ku aLaMi SeMuA InI"

Saya baru saja membaca post seorang member dari forum yang saya ikuti. Di kolom subject, dia menulis "Kenapa Harus Ku Alami Semua Ini". Interpretasi saya dari judul ini, dia seperti menyalahkan Tuhan yang membuatnya harus melalui hal-hal yang telah dia alami. Tertarik dengan judulnya, saya membaca isi postnya. Ternyata post itu berisi tentang perjalanan cintanya yang menurut saya cukup menyakitkan. Isinya tidak akan saya paparkan di sini karena hal itu sangatlah tidak etis. Interpretasi saya setelah membaca post itu, kembali pada interpretasi saya pada judul.

Saya sama sekali tidak bermaksud untuk mengecilkan rasa sakit yang dialami olehnya karena sayapun sudah pernah mengalaminya bertahun-tahun yang lalu. Menurut saya, seperti yang telah saya katakan dalam post-post saya sebelumnya, jadikanlah pengalaman menyakitkan itu sebagai bagian dari perjalanan hidup. Ambil pelajaran yang berharga dari situ sehingga bisa lebih mendewasakan diri kita. Dengan menjadi lebih dewasa, kita tentunya akan lebih bijaksana dalam menghadapi persoalan hidup kita. Kita akan mempunyai gambaran jelas tentang apa yang akan kita lakukan, langkah-langkah apa yang harus kita ambil selanjutnya. Sedih terobati dan anxiety berkurang. Kita pun akan menjalani hidup dengan senyum dan kepercayaan diri yang mantap.

Dalam hal ini, saya ingin menambahkan satu hal lagi, yaitu pentingnya refleksi hidup . Refleksi ini tidak mempusatkan pada orang lain tetapi pada diri sendiri. Apa yang telah kita lakukan? Bagaimana perasaan kita? Kemudian kita mencoba menempatkan diri pada posisi orang lain yang terlibat di dalamnya. Bagaimana perasaan kita dan apa yang akan kita lakukan jika kita berada di posisi orang tersebut? Pertanyaan-pertanyaan dalam refleksi yang demikian akan menuntun kita untuk mencapai suatu kesimpulan yang mungkin bisa dijadikan pelajaran yang berharga dan bisa mendewasakan diri kita. :)

a BReaK fRoM ThE WaNDeRiNg-ARoUNd Me

Spending the whole days at home since yesterday stun me. There is no penintention. I just enjoy reading the books, eating some snack, switching channels on TV, and sleeping, things I hardly do. When I have to be at home, my cell phone usually keeps me busy, mostly typing messages. However on this holiday, I just don't. It's not that I am not eager to but I haven't recharged my Simpati.

I wonder what have kept my flying-around soul. Is it the book I bought two days ago ? Or I am just tired and I want to get some rest, just like a low-batt that need to be recharged. I guess both of them have done a temporary change in me. For your information, I have finished more or less 300 pages out of 500 and something. A marvelous progress of me, isn't it? Ow, it's a nonfiction book written by P.K. Ojong, entitled Perang Eropa.

Today is the second day and I start getting my wandering-around self again. If I could drive a car, I would make myself comfortable in a cafe or do some shopping, every girl's nature of life. I can't stand cute and beautiful stuff abandoned in a store for a very long time. Those stuff are made for girls and therefore they should be ours so I make promise to myself that tomorrow I will accomplish my mission, no matter what.

By the way, a break made me realise that I must do my bedroom. Books and papers are everywhere. My moisturiser, loose powder, and lip balm are put on my desk in an extremely unproper way. Despite of it, I still let the mess decorate my dear room. Well that's me, a harsh and careless nineteen year old lady. In this case, I totally agree that a bedroom projects one's personality.

MoRe SeX AnD THe CiTy


I am deeply mad about the lace dress with the floral jacket and the Manolo Blahnik! Posted by Hello

MeRRy X-Mas!


I'm coming to ya!!! Posted by Hello

SHoPPiNg DaY

Kemarin dan hari ini diisi dengan kegiatan shopping di pusat perbelanjaan terkenal. Kemarin, saya dan saudara-saudara saya melaju ke Plasa Senayan untuk memburu diskon di Metro. Metro mengadakan program yang sangat menarik, yaitu sale 10-20% mulai pukul 21.00 sampai dengan pukul 23.00. Saya tidak berharap banyak dari event tersebut. Saya cukup mahfum bahwa dengan potongan harga sekalipun, harga barang tersebut pasti masih terasa mahal untuk kantong mahasiswa. Benar saja, hal itu memang terjadi. Saya pulang tanpa menambah satu barangpun di tangan saya. Namun saya cukup puas melihat berbagai pernak-pernik fashion yang ada. Setidaknya apa yang ada di sana bisa menjadi referensi saya ketika saya pergi ke Mangga Dua atau Melawai.

Hari ini, kami pergi lagi ke Mal Taman Anggrek dengan tujuan yang sama, Metro. Berbeda dengan kemarin, saya akhirnya menemukan sandal yang cute. Memang saya telah lama menginginkan sebuah sandal yang bagus dan bisa saya gunakan di kampus. Selama ini saya selalu jatuh hati pada sandal-sandal yang berhak minimal 5 cm. Rasanya tidak mungkin berlarian dengan hak setinggi itu. Bukannya saya meragukan kemampuan diri sendiri, melainkan kemampuan sandal itu untuk mempertahankan ketinggiannya. Kembali ke sandal yang saya taksir tadi, saya sangat excited dan langsung meminta penjaga counternya untuk mencarikan nomor terkecil. Ketika ia membawa sandal berukuran 36, saya langsung mencobanya. Namun harapan saya untuk menjalin hubungan yang erat dengannya langsung pupus. Kaki saya terlalu kecil untuknya atau dengan kata lain, ia terlalu besar untuk saya. Dengan berat hati, saya kembalikan sandal itu kepada penjaganya.

Puas menjelajahi sudut Metro, kami pergi ke Gramedia. Saudara saya ingin mencetak foto dari handphone di situ. Sementara ia mengantri, saya melihat-lihat buku. Ada tiga buku yang membuat saya terpaku. Da Vinci Code, Diary of Anne Frank, dan Perang Eropa. Batin saya bergulat. Saya tidak mau memilih tetapi saya harus karena budget tidak mencukupi. Da Vinci Code, buku yang benar-benar must read. Tadinya saya memutuskan untuk membeli buku itu namun saya teringat teman saya juga memilikinya. Jadi saya bisa meminjam darinya. Akhirnya saya beralih pada Diary of Anne Frank dan Perang Eropa. Hm... Kedua-duanya bernafaskan sejarah Perang Dunia II yang dimotori oleh Adolf Hitler. Saya berpikir lagi. Untuk lebih mengerti tentang sejarah Perang Dunia II, saya harus membaca buku yang lebih memaparkan tentang sejarahnya secara elaboratif. Akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada Perang Eropa oleh P.K. Ojong. Mengenai Diary of Anne Frank, akan saya beli ketika saya sudah menyelesaikan Perang Eropa sebagai suplemen pengetahuan saya tentang sejarah tersebut.

Setelah itu, saya berjalan ke Starbucks sementara kedua saudara saya melihat hiasan Natal. Entah mengapa, sedari kemarin saya sangat mengidam-idamkan tiramisu. Setahu saya, Starbucks membuat tiramisu yang sangat enak. Harga yang setinggi langit tidak menghentikan nafsu saya. Benar saja, uang jajan saya langsung habis. Tidak ada sesal sedikitpun di hati saya sebab tiramisu itu tetap terasa seenak yang saya bayangkan. Masih tiramisu terbaik. Selama ini, saya belum menemukan ada tiramisu lain yang mengalahkannya. Lain halnya dengan saya, kedua saudara saya lebih memilih kue-kue dan roti-roti Bread Talk.

Karena hari sudah malam, kami akhirnya pulang ke rumah. Demikianlah akhir (mungkin) kegiatan shopping menjelang Natal ini. Walaupun saya tidak berhasil mendapatkan barang-barang yang saya inginkan, saya tetap puas karena untuk saya, inti kegiatan shopping bukanlah hasilnya melainkan pengalamannya. Sensasi yang muncul ketika melihat barang-barang yang indah. Rasanya seperti melihat pemandangan yang menyejukkan hati. Para laki-laki seringkali tidak mengerti hal ini sehingga mereka sering menggerutu ketika diajak perempuan untuk menemaninya belanja. Padahal sensasinya mirip ketika mereka melihat alat-alat elektronik, game-game, gundam kit, atau hal-hal lain yang disukai mereka. Maka mengertilah naluri kewanitaan kami ini! :)

It'S aLL aBouT BeInG SiNgLe anD FaBuLouS!


Sex and The City: I adore their attitude, their independence. Most of all, I love their FASHION. Too bad, they end this series. I want to see more Manolo Blahnik!!Posted by Hello

I'm TeRRiBLy SoRRY

Menjelang hari Natal dan Tahun Baru, begitu banyak ucapan selamat sekaligus permintaan maaf. "Maaf jika gue melakukan kesalahan sama kalian semua." Tujuan permintaan maaf kebanyakan tidak secara personal tetapi komunal. Hal ini lumrah-lumrah saja sebab seringkali kita tidak sadar bahwa kita telah melakukan kesalahan. Kebanyakan orang tidak ingin menutup tahun yang lama ini dengan perasaan kesal ataupun benci. Tentunya kita ingin meninggalkan kesan yang indah, terutama pada saat akhir karena ada tendensi: kesan terakhir mewakili kesan secara keseluruhan. Kemudian permintaan maaf disertai pula dengan janji untuk menjadi orang yang lebih baik di tahun yang akan datang. Itikad yang baik, saya pikir.

Maaf... Kita sering menjumpai kata ini dalam hidup kita. Tidak persis kata 'maaf', tetapi juga versi-versi lainnya, seperti "sorry", "gomen", "pardon", dan sebagainya. Kata ini mempunyai keampuhan untuk 'memperbaiki' kesalahan. Aku menyesal dan dengan rendah hati, aku minta maaf. Dalam pertemanan, kata ini memiliki kekuatan untuk menyembuhkan hubungan yang rusak. Mari kita mulai dengan lembaran baru. Demikianlah kira-kira langkah selanjutnya.

Akan tetapi ada pula maaf yang hanya sebatas kata. Kata ini diucapkan untuk membuat kesan bahwa orang yang mengatakan adalah orang yang rendah hati, pemaaf. Padahal masih ada kekesalan ataupun kebencian dalam hatinya. Seperti ini, "Aku memaafkanmu tetapi aku tidak akan bisa melupakan apa yang telah kau lakukan padaku." Sebagai manusia, tentunya ada keterbatasan-keterbatasan tertentu. Kita sulit untuk 'melupakan' kejadian yang membekas dalam hati kita. Celakanya kalau kejadian itu buruk. Hal itu bisa berkembang menjadi trauma pribadi dalam diri orang itu.

Satu-satunya cara yang saya tahu untuk 'menyembuhkannya' adalah dengan cinta kasih. Maksud saya, cinta terhadap diri sendiri. Dengan cinta, kita akan menganggap kejadian buruk itu tidak menyakiti diri kita. Kejadian yang tadinya dipersepsikan buruk berubah menjadi kejadian yang mendewasakan diri kita. Semua hal yang kita alami adalah anugerah dari Tuhan yang patut kita syukuri. Dengan begitu, kita akan menemukan kedamaian dalam hati kita. Tindak lanjutnya, kita benar-benar mampu memaafkan.

Mudah dikatakan namun sulit untuk dilakukan. Yup, saya sering mengalaminya dan seringkali hampir putus asa. Akan tetapi saya teringat kembali perkataan seorang teman, "sulit bukan berarti tidak bisa kan?" :)

PeDaS=LaMBaNg DeRiTA?

Gara-gara terlalu banyak mengonsumsi makanan yang asam dan pedas, alhasil saya sakit perut malam harinya dan masih berlanjut sampai sekarang. Yah cukup membuat saya menderita sampai saya berpikir untuk membatalkan jadwal ke salon hari ini. Sebenernya saya pun masih bingung mau melakukan apa di salon. Mau potong rambut atau cat rambut? Sampai sekarang, masih tanda tanya yang membekas di benak saya.

Kembali lagi ke sakit perut ini, saya berpikir... Kenapa orang suka makan yang pedas dan asam? Bahkan ada beberapa orang yang saya kenal yang sangat addicted dengan rasa pedas. Sensory threshold mereka di atas orang pada umumnya. Setahu saya, kesukaan terhadap rasa pedas itu tidak alami, tapi dipelajari. Apa yang membuat mereka rela belajar makan pedas padahal sebenarnya pedas itu adalah rasa sakit? Apa karena mereka punya sisi sadomasokis (mild)?

Jangan-jangan kesukaan terhadap rasa pedas timbul dari keinginan mereka untuk mengingatkan diri bahwa hidup itu tidak selamanya menyenangkan. Selalu ada rasa sakit di dalamnya. Mungkin saja orang yang suka makanan yang sangat pedas, sebenarnya ingin menunjukkan pada dirinya dan orang lain bahwa ia orang yang tahan banting. Dalam hal ini, orang belajar suka makanan pedas sebagai simbol bahwa kita harus terus mengasah diri atau berlatih menghadapi rasa sakit agar kita bisa lebih tabah atau tahan banting.

Sebenarnya apa itu penderitaan (=rasa sakit) ? Menurut saya, penderitaan adalah salah satu bentuk persepsi. Demikian pula kebahagiaan. Dalam hidup kita sehari-hari, tentunya kita menghadapi berbagai kejadian. Kita mensensasi pengalaman kita itu lalu kita mempersepsikannya. Kejadian itu bisa kita persepsikan sebagai hal yang positif (kebahagiaan) atau sebagai hal yang negatif (penderitaan).

Dua orang teman pernah mengatakan pada saya, bahwa hidup itu adalah penderitaan. Jika kita menganggap hidup demikian, satu kejadian baik dipersepsikan sebagai bahagia yang amat sangat, berlipat ganda rasanya. Saya tidak mengatakan bahwa pendapat mereka salah. Benar dan salah pun sebenarnya relatif, tergantung masing-masing orang. Saya hanya ingin mengatakan bahwa bagi saya, akan lebih baik jika menganggap hidup ini bahagia. Berbagai kejadian seperti kehilangan, nilai buruk, perselisihan, dan sebagainya jika dipersepsikan sebagai suatu kejadian yang baik (membahagiakan), kita akan mampu menarik nilai positif yang tersirat. Alangkah baiknya pula nilai positif itu memperkaya diri kita dan menjadikan diri lebih dewasa.

Ketika saya menulis sampai line ini, saya masih merasakan sakit perut. Mungkin hal ini yang terjadi pada orang yang terlalu menganggap hidupnya menderita. Maksud saya bukan sakit perut. Sakit yang dimaksud di sini sakit hati, sakit jiwa, sakit dalam arti psikologis walaupun mungkin saja berdampak pada fisik.

Akhir kata, saya tidak bermaksud untuk mengkritik kesukaan seseorang terhadap rasa pedas. Saya pun suka makanan pedas. Saya hanya mencoba untuk menuangkan pemikiran yang terinspirasi oleh sakit perut ini. :)

PHoToGeNiCs


Kemarin gue nginep di rumah sodara. Spot yang paling gue sukai dari rumah itu adalah kamar utamanya karena lightingnya yang bagus. Dengan lampu yang berwarna kuning, entah kenapa kamera sepertinya bersahabat dengan gue. Suddenly gue fotogenik. Padahal biasanya gue jelek banget kalo difoto. Ga melewatkan momen yang bagus itu, gue berfoto seharian sebanyak 15 kali dengan nokia kesayanganku. Ini salah satu hasil karyaku. Posted by Hello

BeRKaT di HaRi ULTaH

Gue udah kebelet posting di sini hari Minggu. Gue baru bisa nulis sekarang soalnya baru hari ini gue punya akses ke internet. Kenapa baru sekarang? Gue sedang menghabiskan liburan dengan menginap di rumah saudara gue yang notabene hanya beda blok dengan gue (satu kompleks). N kompie di sini rusak. Baru hari ini diperbaiki. Ternyata kompie ini bermasalah dengan power supplynya. Permasalahan sama pernah dialami kompie gue. Yak..cukup ttg perkompieannya. Out of topic banget. Hehehe...

Kemarin, tepatnya, 19 Desember 2004, seorang teman baik gue ultah ke 19. Sehari sebelumnya tanggal 18 Desember 2004, kira-kira pukul 10 malam, gue menulis sebuah puisi untuk dia dan gue berencana untuk mengirimkannya lewat sms tepat jam 12 malam. Gue menunggu sampai jam 12 malam, lalu segera mengambil hp gue dan click send pada message yang gue simpen di folder draft. Selang beberapa menit, gue menerima sms dari temen gue itu yang isinya ucapan terima kasih dan bahwa dia senang dengan sms gue itu. Tampaknya gue yang pertama kali mengucapkan selamat ke dia. Layaknya seorang teman, gue pun senang ketika dia senang dan gue membawa dia dalam doa gue. Semoga dia selalu dilimpahi berkat dari Yang Maha Kuasa.

Kemudian gue teringat ultah gue yang jaraknya ga jauh dari ultah temen gue ini, cuma beda 8 hari. Yup, gue ultah ke 19 tanggal 11 Desember 2004. Gue tidak mengharapkan ada yang mengucapkan selamat jam 12 karena sobat gue ga punya pulsa dan telpon rumahnya mati. Jadi gue tinggal tidur. Tapi gue terbangun jam 1 pagi entah karena alasan apa.

Gue liat ada missed call di hp gue, dari seorang teman lama. Tak lama setelah itu, gue menerima sms dari seseorang. Karena pada saat itu hp gue yang menstore no telp teman2 rusak dan sedang diservice, gue menggunakan hp adik gue, tentunya dengan sim card gue, so gue ga bisa dibilang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Teman2 dekat gue tentu tahu maksudnya. Gue adalah orang yang sangat boros dengan pulsa. Nah oleh sebab itu pula, gue ga tau siapa yang mengirim sms itu. Gue bales sms itu yang isinya ucapan terima kasih sekaligus menanyakan identitasnya.

Mungkin karena gemas, dia langsung menelpon gue. Setengah tidur gue mengangkat telponnya. Gue mengira dia cowok sobat gue, jadinya gue ngalor ngidul ngomongin hal-hal yang kita berdua ketahui. Ternyata gue SALAH besar. Cowok penelpon gue itu temen deket gue sejak SMA. Gue cukup terharu karena ternyata teman2 lama gue mengingat ultah gue. Hal ini bener2 ga gue sangka.

Pagi harinya mulai jam 6 pagi, ucapan selamat mulai berdatangan. Dari keluarga gue, sobat gue, dari temen2 gue yang gue temui di kampus. Yah... pendek kata hampir semua orang yang gue kenal di kampus dan hampir semua orang yang kenal cukup dekat dengan gue mengucapkan selamat. Gue cukup senang karena hal itu membuktikan mereka care dan sayang sama gue walaupun bukan satu-satunya cara. Gue ga mengharapkan hadiah dalam bentuk materi ataupun barang atau hal2 lainnya. Satu yang benar2 gue inginkan: doa dari mereka semua.

Gue sungkan untuk mendeskripsikan secara detail tentang hari ulang tahun gue yang ke19 ini karena suatu alasan yang ga mau gue beberkan di sini. Cukup gue yang tau aja. Yang bisa gue bilang, dari semua kejadian yang gue alami di hari itu, ada berkat yang mungkin adalah yang terbaik dari Tuhan untuk saat itu. Memang mengejutkan dan sulit untuk diterima pada awalnya. Namun akhirnya setelah melalui proses berpikir dan merenung, gue sadar mungkin Tuhan telah menunjukkan rahmatNya yang besar kepada gue melalui hal ini dan gue bersyukur atas hal tersebut. Ia telah membuka mata gue dan bahwa memang di balik setiap kejadian, pasti ada hal baik tersurat ataupun tersirat di situ. Amin!

PLaY a GaMe JuSt LiKe A ChiLd?

UAS gue udah berakhir sejak hari Rabu kemarin. Tapi kemarin gue ke kampus dengan dua tujuan. Pertama submit tugas akdir n metpen. Kedua rapat Teater Ungu untuk ngebicarain partisipasi Teater Ungu dalam Psychology Night. Kebetulan gue anggota seksi humas dan publikasinya. Dalam rapat itu, gue mengajukan diri sebagai koordinator untuk acara yang akan ditampilkan Ungu dalam Psychology Night. Setelah itu, kami semua ga langsung bubar. Ada yang maen ludo, ada yang makan, ada yang keliatannya mojok, ada yang baca buku, n ada yang tidur (termasuk gue!).

Gue diajak maen ludo ama anak2. Karena gue penasaran kenapa mereka seneng banget maen ludo, gue mau2 aja. Keliatannya juga asik. Ternyata setelah gue maen, emang asik n seru. Tendang2an tapi no hard feeling coz it's just a game. Setelah satu ronde n gue kalah, gue masih penasaran. Anak2 juga mau maen lagi tapi mereka memberikan stimulus tertentu dengan tujuan supaya maennya lebih seru. Uang udah masuk dalam permainan itu. Kalo ketendang dapet berapa, kalo masuk rumah dapet berapa. Gue diajak ikutan tapi gue ga mau karena pake duit. Iye kalo gue menang, kalo gue kalah... tambah bokeklah gue. Apalagi pengalaman kalah gue masih terbayang2, sial banget. Ngocok2, keluarnya mata dadu satu melulu. Empet juga kali.

Sayangnya cuma tiga orang yang bersedia maen dengan peraturan demikian. Dengan terpaksa, gue direkrut. Gue mau dengan persyaratan gue ga ikut2an soal duit dan mereka setuju. Wah entah apa yang membantu gue, gue hoki. Mata dadu gue enam melulu n melengganglah gue dengan sukses menuju home base gue. Cepet dan lancar. Mereka tercengang ngeliat gue. Sepertinya hokinya seret karena diserap gue. Gue sih berkelit, "Judi ga direstuin Tuhan."

Ludo.. identik dengan anak kecil karena kebanyakan anak kecil yang demen permainan ini. Untuk menghilangkan citra permainan anak kecil, uang ditambahkan. Tapi gue malah mikir, jangan2 dengan melakukan hal itu, mereka jadi lebih childish dengan anak kecil. Orang dewasa adalah orang yang melakukan sesuatu dengan pertimbangan rasional yang matang.

Anak kecil yang maen ludo, tujuannya satu: murni bersenang-senang bersama teman2 (ludo ga bisa dimaenin sendiri). Ketika uang sudah ditambahkan, tujuannya masih tetap bersenang2 tapi pendorongnya yang membedakan: uang. Bersenang2nya bukan hal yang murni karena udah dikontaminasi uang. Apakah untuk mendapatkan kesenangan, harus dirangsang dengan uang?

Uang berfungsi sebagai alat tukar, ya alat tukar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena jumlahnya terbatas, tentunya kita mesti menentukan daftar prioritas. Mana yang paling krusial, mana yang ngga penting2 banget. Ga mungkir kita juga butuh bersenang2. Manusiawi kok, kita juga manusia. Tapi apakah semuanya harus dengan uang? Anak kecil aja bisa ga pake duit, kenapa kita yang katanya lebih dewasa ga bisa?

Apa keterikatan kita dengan uang sudah sangat besar sehingga membatasi kebebasan kita: kebebasan untuk bersenang2. Padahal salah satu esensi hidup adalah kebebasan. Kita memang butuh uang tapi jangan sampai kita benar2 terikat dengan uang. Keterikatan mengarah pada pendewaan. Kalo hal itu terjadi, kita ga bisa hidup tanpa uang. Kita ga bisa hidup senang tanpa uang. Kita merelakan kebebasan kita dirampas oleh uang. Inikah yang disebut dengan dewasa? Kalo menurut gue sih, mendingan jadi anak kecil. :)