"Blasphemous Rumours"*


French revolution, storming the Bastille
image, courtesy of www.success.co.il


Takut. Cemas. Bingung. Mungkin dilema. Saya tidak tahu mesti menggunakan kosakata untuk mendeskripsikan perasaan saya. Hm, bukti bahwa bahasa manapun tidak bisa menggambarkan luasnya dan tak menentunya perasaan manusia, hingga akhirnya seorang penyendiri, terasing seperti saya berlindung di balik kata-kata kiasan. Yang mengenal saya mungkin memahami apa yang sebenarnya ada di pikiran saya. Yang tidak mungkin mencoba mengaitkan dengan pengalamannya namun pasti gagal jika mengartikannya dalam arti literal. Mungkin saya suka main teka teki, mungkin saja saya memang tidak punya padanan kata yang pas. Sekalipun saya bisa keluar dari 'pengandaian', sayalah yang ragu, sebab saya tidak pernah nyaman untuk benar-benar meletakkan diri saya seutuh dan sepolos-polosnya dalam persepsi orang-orang. Buat saya, persepsi itu harus kabur dan tidak boleh sejelas-jelasnya. Entahlah untuk kepentingan apa, mungkin untuk melindungi diri? Sebab informasi, menurut saya, adalah modal terbesar dan terutama untuk menyakiti dan menjatuhkan seseorang. Bukanlah saya cemas untuk dijegal orang dalam hal karier, pekerjaan, melainkan kehancuran hati adalah yang paling saya takutkan.

Namun pikiran dan hati saya telah berbulan-bulan bergulat, meminta saya untuk menuangkannya dalam sebuah deskripsi yang jujur, tentang perjalanan saya, orang-orang yang saya temui, kejatuhan, dan kehilangan. Hal-hal yang membuat saya tidak dapat tidur dan terus terjaga meski dalam pembicaraan dan minuman yang paling membius sekalipun. Entahlah saya tidak tahu. Hanya dalam beberapa hari terakhir ini, doronga tersebut semakin kuat. Saya, terus terang, kesulitan untuk membendungnya hingga saya kurang berselera, kurang bergairah dalam menjalani hari-hari saya. Dalam pertemuan termeriah apapun, hati saya sepi, pikiran saya ramai namun bukan dengan mereka, bukan dengan orang-orang yang saya jumpai. Persoalan sakit hati, jatuh, kehilangan, dan tetek bengeknya, seperti sengaja menyenggol hati saya yang baru patah, membangkitkan scene-scene yang ingin saya lupakan. Meski saya merasa telah memahami makna yang ingin disampaikan oleh Sang Sutradara, tetap saja giris hati saya saat mengingatnya. Entahlah, rasanya saya semakin pusing. Menulis sendiri saja, buat saya, seperti petualangan besar yang membangkitkan gairah, sensasi, namun juga debar khawatir, cemas, dan bayangan akan teror-teror yang akan dialami, extremely anxious on the start and the finish line. Thus, if I finally decide to proceed, I think, I'll have to endure this emotion blasphemy before, during, and after the ride, ck.



*Judul, diambil dari salah satu lagu lansiran Depeche Mode

0 comments: