VIRGINITAS DAN SAYA

VIRGINITAS DALAM MASYARAKAT

PENGERTIAN UMUM VIRGINITAS
Sebagian besar masyarakat mendefinisikan virginitas secara biologis. Menurut mereka, virginitas adalah suatu kondisi dimana orang belum pernah melakukan hubungan seksual. Pada perempuan, virginitas ditandai dengan utuhnya selaput dara. Selaput dara yang utuh mengindikasikan bahwa perempuan pemiliknya adalah perawan. Selaput darah bisa sobek atau tidak ada karena berbagai macam penyebab, antara lain:

  1. Hubungan seksual
    Penetrasi penis dan vagina menyebabkan sobeknya selaput dara.
  2. Kecelakaan
    Selaput dara bisa sobek karena kecelakaan seperti jatuh dari sepeda, jatuh dari kuda, dan seterusnya.
  3. Bawaan sejak lahir
    Jika seorang perempuan tidak mempunyai selaput dara sejak lahir, perempuan tersebut tetap dicap tidak perawan.

Sedangkan laki-laki tidak memiliki parameter secara biologis mengenai virginitas.

VIRGINITAS DALAM KULTUR INDONESIA
Kultur masyarakat Indonesia memandang seks sebagai suatu hal yang sakral, yaitu sebagai wujud cinta kasih dan untuk meneruskan keturunan. Keluarga adalah hal yang penting. Oleh karena itu, seks ’dilegalkan’ ketika sepasang laki-laki dan perempuan telah mengikatkan diri dalam sebuah lembaga perkawinan. Dengan kata lain, virginitas hanya boleh ’dilepas’ ketika sudah menikah. Atau bisa juga dikatakan bahwa seks pranikah dilarang.

Pandangan ini dipengaruhi banyak ataupun sedikit dari agama-agama yang ada di Indonesia. Indonesia memiliki lima agama resmi, antara lain Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Kelima agama ini melarang seks pranikah. Artinya kelima agama ini menganggap penting virginitas. Oleh karena pengaruh agama besar dalam masyarakat, nilai-nilainya juga melembaga dalam kultur masyarakat.

Laki-laki ataupun perempuan harus menjaga virginitasnya sebelum menikah. Namun isu virginitas seringkali dikaitkan dengan perempuan dan seakan-akan yang bertanggung jawab menjaga virginitasnya adalah perempuan. Hal itu disebabkan oleh ketiadaan penanda virginitas bagi laki-laki seperti selaput dara pada perempuan.

Seorang perempuan dinilai apakah ia pantas bagi seorang laki-laki, salah satunya, berdasarkan virginitasnya. Ketika seorang perempuan tidak dapat menjaga virginitasnya, ia dicap sebagai perempuan murahan. Ia cenderung dimusuhi oleh masyarakat dan bahkan dikucilkan. Betapa berat beban seorang hawa!

Laki-laki bisa melepaskan virginitasnya kapan saja ia mau dan tidak diketahui oleh masyarakat. Lama-kelamaan terjadi pergeseran nilai budaya dalam suatu kelompok masyarakat. Seorang pria dianggap jantan apabila ia mengambil virginitas banyak perempuan. Betapa menyedihkan.
Seiring dengan era globalisasi, banyak nilai-nilai budaya asing , terutama budaya barat, masuk ke dalam kebudayaan Indonesia. Dalam budaya barat, seks sudah bukan lagi suatu hal yang sakral. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut kultur Indonesia, virginitas mulai kehilangan kesakralannya.


VIRGINITAS DALAM PANDANGAN SAYA

PEREMPUAN: SELAPUT DARA, PRIA: ???
Melihat kenyataan yang demikian, saya bertanya-tanya. Mengapa Tuhan menciptakan perempuan dengan selaput dara yang mengindikasikan virginitas dirinya? Mengapa Tuhan tidak melakukan hal yang sama terhadap laki-laki? Betapa tidak adilnya Tuhan!

Akan tetapi setelah saya renungkan lebih lanjut, pertanyaan saya adalah pertanyaan yang tidak mungkin mampu dijawab manusia. Hanya Tuhan yang tahu jawabnya. Yang bisa saya katakan dari proses kontemplasi saya adalah bahwa sebenarnya yang memberikan nilai virginitas adalah manusia. Yang membuat selaput dara sebagai indikator virginitas perempuan adalah manusia.

Saya berkesimpulan bahwa manusia tidak adil. Manusia memilih selaput dara sebagai indikator virginitas seorang perempuan, sedangkan laki-laki tidak ditentukan indikatornya.
Jika alasannya secara biologis laki-laki memang ditakdirkan tidak diketahui kevirginitasannya, manusia tidak berhak menilai virginitas perempuan dari kondisi fisiknya pula. Lagipula selaput dara bisa saja hilang bukan karena hubungan seksual melainkan kecelakaan atau bawaan sejak lahir.

Kalau memang virginitas itu penting dan perlu dicari indikatornya, carilah indikator yang memperlakukan laki-laki dan perempuan secara adil. Dimulai dengan mengubah pengertian virginitas. Menurut saya pribadi, virginitas adalah suatu kondisi dimana seorang individu belum pernah benar-benar melakukan hubungan seksual. Hubungan seksual yang saya maksud di sini adalah hubungan seksual atas dasar kasih sayang (cinta) yang mendalam, bukan hubungan seksual dengan paksaan seperti pemerkosaan maupun hubungan seksual hanya karena kesenangan.

Kemudian dari penyataan saya di atas, mungkin akan timbul pertanyaan, ”Bagaimana kita dapat mengetahui seseorang virgin atau tidak jika tidak ada indikator pasti yang bisa diukur seperti selaput dara?” Seperti yang saya singgung sebelumnya, virginitas lepas apabila seseorang telah melakukan hubungan seksual atas dasar cinta. Salah satu dasar dari cinta adalah kepercayaan. Apabila pasangan mengatakan bahwa ia belum melepaskan virginitasnya (tentunya dalam konteks yang telah saya kemukakan), percayalah bahwa ia masih virgin.

MAKNA VIRGINITAS
Setelah saya mencoba memberikan definisi dari perspektif pribadi saya terhadap virginitas, saya ingin mengemukakan pendapat saya tentang makna virginitas. Apa perbedaan definisi dengan makna? Definisi adalah penyataan yang mendeskripsikan suatu fenomena. Sedangkan makna adalah pentingnya fenomena itu.

Untuk saya pribadi, virginitas memang penting dan alangkah baiknya dijaga. Saya, sebagai seorang perempuan, ingin memberikan virginitas saya kepada orang yang benar-benar saya anggap tepat (baca: orang yang saya cintai).

Walaupun virginitas penting, saya juga sadar bahwa ada hal-hal lain yang lebih penting daripada hal itu. Masih ada loyalitas, kepercayaan, kejujuran, kemurahan hati, dan seterusnya yang posisinya berada di atas virginitas. Mengutip perkataan dari seorang kawan, ”virginitas adanya di nomor 17”. Tentunya teman saya tidak memaksudkannya secara harafiah. Ia ingin mengatakan bahwa virginitas bukan hal yang terpenting.

Andaikan anda mempunyai pasangan yang sangat cocok dengan anda dan sangat menyayangi anda. Ia sangat memahami anda, selalu berada di sisi anda saat suka ataupun duka, rela berkorban untuk anda tetapi ia tidak virgin. Apakah adil bagi ia dan anda jika anda ingin meninggalkannya hanya karena ia tidak virgin?

Menurut saya, orang-orang yang benar-benar mencari pasangan hidup pasti mengharapkan pendampingan dan berbagi suka dan duka. Hal inilah yang menjadi prioritas utama. Apakah virginitas dapat memenuhi harapan saya? Jawabnya tentu tidak. Untuk saya, virginitas hanyalah aksesori tambahan, bukan hal yang esensial. Boleh ada boleh tidak.


KESIMPULAN

Virginitas memang selalu menjadi isu yang menarik untuk dibahas karena mengundang banyak kontroversi, misalnya tentang definisinya. Masih belum ada definisi yang jelas mengenai virginitas. Apakah virginitas adalah keadaan dimana seseorang belum pernah melakukan hubungan seksual secara sadar, secara dipaksa, atau belum pernah melakukan hubungan seksual yang dilandasi oleh rasa cinta?

Juga terjadi perbedaan pendapat mengenai makna virginitas. Ada yang menganggap virginitas bukan hal yang terpenting. Ada juga yang menganggap virginitas hal yang sangat penting dan bahkan menentukan seseorang layak atau tidak.

Oleh karena belum ada batas yang jelas mengenai virginitas, kita diberikan kebebasan untuk menciptakan pemikiran kita sendiri. Anggaplah kebebasan ini sebagai makanan untuk proses kognitif kita. Kebebasan ini tentu akan melahirkan banyak perbedaan. Bukankah perbedaan mengakibatkan dunia kita semakin menarik.

P.S: Saya menulis topik ini untuk tugas akhir mata kuliah Filsafat Umum dan Logika. Tulisan ini saya muat di sini dengan berbagai perubahan untuk tujuan adaptasi.

Book Store: tempting yet horrible


Akhir-akhir ini toko buku menjadi spot favorit saya, terutama QB karena customer diberi kesempatan untuk membaca buku yang diinginkan di sana secara gratis dengan tempat khusus. Baru-baru ini saya membeli tiga buah buku baru padahal saya masih harus menyelesaikan dua buku lagi. Jadi total PR saya ada lima buku. Inilah akibat kurang pengontrolan diri terhadap nafsu belanja. Pusing! Posted by Hello

February 14, 2005


Cinta itu berharga, maka hari kasih sayang jangan melulu diwarnai dengan pink. Valentine is gold... untuk menandai betapa berharganya cinta di dunia ini. Happy Valentine's Day! Posted by Hello

FIRST IMPRESSION


Posted by Hello

Sebenarnya seberapa penting first impression bagi seseorang? Saya pribadi menganggapnya sangat penting. First impression saya terhadap seseorang mempengaruhi penilaian saya terhadap orang itu dalam skala yang cukup besar. Apalagi saya tidak pernah mengubah penilaian saya secara total. Yang ada hanya semacam update terhadap data tentang orang itu dalam otak saya. Dengan kata lain, garis besarnya tetap sama.

Oleh karena itu, saya selalu berusaha untuk memberikan kesan pertama yang baik dalam setiap event terutama yang penting dalam hidup saya. Misalnya, berkaitan dengan status saya sekarang ini sebagai seorang mahasiswa, sangat krusial bagi saya untuk memberikan kesan pertama yang baik terhadap dosen. Caranya, saat kuliah awal, saya rajin kuliah, duduk di barisan terdepan, dan 'memasang topeng' seorang mahasiswa yang baik. Mahasiswa yang selalu memperhatikan penjelasan dosen, berusaha menjawab pertanyaan ataupun mengajukan pertanyaan. Indikator keberhasilan usaha saya adalah ketika dosen menjelaskan sesuatu hal dan bertanya, matanya mengarah kepada saya dalam frekuensi yang tinggi. Jika dosen itu sudah melakukannya, berarti saya telah berhasil memberikan image yang kuat dalam arti positif.

Setelah itu, saya terkadang akan memanjakan diri saya dengan berbuat sedikit kenakalan, misalnya bolos. Penilaian dosen itu tidak akan berubah, terlebih lagi kalau ditunjang dengan kemampuan akademis yang baik. Kemampuan akademis tidak diukur hanya dengan skor pada saat kuis ataupun ujian tetapi juga seberapa kritis kita terhadap sesuatu hal yang disodorkan di kelas dan kedalaman logika kita dalam menjawab suatu pertanyaan. Dengan demikian dosen akan memaklumi kenakalan saya sebagai sesuatu yang wajar. "Saya juga pernah jadi mahasiswa," mungkin begitu pikirnya.

Selama kuliah dua minggu ini (satu minggu efektif), saya merasa saya sudah berada dalam tahap awal dalam 'menarik perhatian' dosen saya. Bahkan ada yang menganggap saya seseorang yang tepat untuk menjadi seorang psikolog karena di matanya, saya adalah orang yang sabar. Padahal saya orang yang selalu terburu-buru dan itu berarti saya sangat tidak sabar. Mungkin ketika saya menunjukkan kepanikan, dosen itu akan menganggapnya sebagai pribadi abnormal yang muncul karena terpicu oleh situasi sekitar.

Namun ketika kita sudah berhasil menciptakan kesan pertama yang mengagumkan, kita harus tetap menjaganya agar tetap demikian, kalau bisa ditingkatkan. Sedikit melepas pribadi 'negatif' kita boleh, tetapi ada baiknya tidak terlalu sering. Jika kita terlalu sering melakukannya, penilaian orang lain terhadap kita bisa berubah menjadi buruk. Celakanya, bisa sama buruk dengan orang yang first impression-nya jelek karena image kita sudah terlanjur melekat dengan kuat di hati orang lain.

Akhir kata, kita bisa saja cuek dengan penilaian orang lain tetapi harus disadari pula bahwa manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu, social acceptance merupakan kebutuhan manusia. Menciptakan kesan yang baik bukan berarti kita harus berpura-pura menjadi orang lain. Aliran humanistik mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya baik dan saya percaya terhadap pernyataan itu sepenuhnya. Maka keluarkan sisi baik kita yang terbaik. Niscaya hal itu akan memberikan efek yang positif bagi diri kita sendiri dan lingkungan.

ALONE

Pernahkan anda kesepian padahal di sekitar anda, ada banyak orang dan suasananya ramai? Anda merasa hidup di dunia yang berbeda. Raga anda memang ada di sana tetapi hati dan pikiran anda berada di tempat yang lain. Akhir-akhir ini saya mengalaminya. Entah apa yang membuat saya demikian. Saya kesepian.

Keadaan ini membuat saya malas berbicara dengan orang lain karena percuma saja, ia tidak akan bisa menghilangkan perasaan saya. Saya membuang energi dengan sia-sia tanpa mendapatkan hasil yang memuaskan. Saya sadar sesadar-sadarnya bahwa saya mempunyai kecenderungan untuk bersikap tidak ramah terhadap orang lain dan hal ini mungkin akan membuat mereka tersinggung. Namun kali ini, saya ingin egois dengan memutuskan untuk berdiam diri sementara waktu dan urusan meminta maaf serta memperbaiki hubungan dilakukan di lain kesempatan ketika saya sudah kembali ke kondisi "normal".

Kemudian saya berpikir, mungkinkah ini hanya salah satu fase dalam hidup saya sebagai makhluk individu (pribadi)? Mungkin saja saya hanya butuh istirahat dari aktivitas sehari-hari. Mungkin saya butuh kesendirian. Kalau biasanya saya melakukan banyak hal bersana teman, inilah saatnya saya menjalankannya sendiri. Nonton film sendiri, makan sendiri, dan sebagainya. Saya ingin sendiri.

Ketenangan akan membuat jiwa saya merasakan kedamaian dan ketika itu, saya akan banyak berpikir dan merenungkan banyak hal. Dengan kata lain, saya merefleksikan perjalanan hidup saya selama ini. Harapan saya, saya bisa menjalani hidup saya dengan lebih baik. Lebih baik di sini berarti lebih baik untuk saya dan lebih baik untuk lingkungan sejauh tidak terlalu merugikan diri sendiri. Bukannya saya egois karena saya memang hanya bisa menjanjikan hal itu pada diri saya. Tidak mungkin saya menuruti keinginan orang lain sebab saya punya jati diri sebagai manusia yang unik. Lagipula berangkat dari kenyataan bahwa manusia berbeda-beda, idealisme mereka tentang sesuatu hal pun berlainan.

Akhir kata, saya hanya bisa menyimpulkan bahwa manusia selain makhluk sosial, juga adalah makhluk individu. Ia membutuhkan situasi yang bersifat pribadi, salah satunya kesendirian. Bukan berarti ia memutuskan hubungan dengan lingkungan sosialnya, melainkan ia mundur sejenak agar dirinya lebih baik untuk diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.


... Posted by Hello


I am tired... Posted by Hello


Sleeping child... Posted by Hello

My Valentine (part 2)


Hm... Interesting :) Posted by Hello