Bermimpi saja... bermimpi trus...

Bobce marah-marah. Katanya telepon-telepon saya hanya bikin dia emosi A.K.A ngambek. Supaya tidak terus-terusan cembetat-cembetut, saya mengajak dia berandai-andai. Soal kambing. Maklum hari Idul Adha, kambing lebih banyak nongol daripada biasanya. Saya tidak maksud apa-apa. Cuma berandai-andai.


Saya
: Ya maaf. Cuma pengen tau aja. Ya uda. Sekarang kita ngomongin yang asik-asik aja. Tadi di jalan gue ngeliat ada orang naik motor sambil bawa kambing. Upside down. Kepalanya di bawah, kakinya dipegang tangan orangnya. Misalnya lo jadi kambing, lo mikir apa?

Bobce: Mati gw!

Saya: Kalo gw: Hoek! (muntah gara-gara mabok). Trus hue hue! Nangis-nangis biar orangnya kesel trus dilepasin. Kabur deh. Btw kasian ya kambing ada hari jagalnya. Torpedonya dimakan juga.

Bobce: Kl gt ga usah dijagal tapi dipotongin kakinya satu persatu buat sop kaki.

Saya: Hah. Mati segan hidup tak mau. Kasian kan jadi gak gaul. Frustrasi. Matinya juga kurang terhormat. Sebagai kambing udah dipermalukan. Gimana dia bisa ngelanjutin garis keturunan?

Bobce: Makanya dimatiin sekalian.

Saya: Tapi kan ada hari khusus ngejagal itu bikin ngeri. Kenapa gak jadi hari main tak umpet sama kambing?

Bobce: Kenapa bukan manusianya aja yang dijagal?

Saya: Mungkin karena yang sekarang jadi raja di bumi itu manusia. Kalo udah diinvasi alien, mungkin manusia yang dijagal.Kayak di pelem-pelem gitu. Gw pernah baca manga (baca: komik). Di situ dibilangin dewa-dewa sebenernya alien.


Dari dinasti perkambingan, jadi ke alien-alienan...

Saya: Btw apa yang bakal lo lakukan kalo lo diculik alien?

Bobce: Apa lagi? Belum nyampe karena belum ngalamin.

Saya: Kan ngebayangin bob. Berandai-andai. Kalo gw: scream 4. Trus bilang ama mereka: yang penting jangan siksa atau bunuh. Gw mau aja dibikin tambah pinter n jadi mata-mata. Kalo lo?

Bobce: Belum tentu mereka tau bahasa kita, paling-paling kita jadi bahan percobaan. Pasrah aja kali. Ato gue dirubah jadi cewek, mau.

Saya: Wah kalo lo jadi cewek gimana ya. Jadi cowok aja udah banyak di-flirting ama cowok2. Huehehehe. Mau booby size berapa? :p

Sebagai catatan saja, kalau saya jalan ke salon sama dia, banci-banci salon banyak yang kedip-kedip (kelilipan atau...?)

Tapi setelah itu tidak ada reply lagi. Kemungkinannya ada tiga. Pertama, tambah ngambeg. Kedua, sibuk. Ketiga, pulsa habis. Yang lainnya tidak apa-apa. Kalau ngambeg, wah repot. Dulu saya sampai harus menyantroni dia berhari-hari supaya tidak ngambeg. Kalau marah, kadang-kadang memang suka kelewat batas. Saya jadi merasa bersalah terus-terusan. :Þ

Hm... Malah bagus bukan. Saya jadi bisa bikin berbagai versi reply.

Pertama,
Sialan lu! Ukurannya ya yang paling gede dong. F.

Kedua,
Bagus kan. Gue bisa bebas eksplorasi badan cowok-cowok lain. Ukurannya F dong. Jadi bisa pijet tetek.

Ketiga,
Habis cewek enak sih. Orgasme bisa berkali-kali. Di klitoris sama vagina. Ukurannya F dong. Biar puas mijet-mijetnya. Abisnya kebanyakan cewek yang gue kenal rata-rata sih
(saya: rese lu!).


Bagus khan? Huh siapa suruh gak bales!

pet theory of free love

saya baru selesai baca Beauty in Disarray. awalnya saya pikir bagus. kata pembukanya bilang bahwa kecantikan ada di ketidaksempurnaan, kalau ada yang cantik sempurna maka sesuatu itu adalah palsu. novel itu bercerita tentang kehidupan Noe Ito, seorang perempuan yang berhasrat tinggi untuk mengangkat derajat kaumnya. kesukaannya membaca. lain daripada perempuan Jepang pada zaman Taisho (saat itu), ia tidak suka berurusan dengan kerjaan rumah. menurutnya, perempuan tidak bisa maju kalau terus-menerus dikekang urusan domestik semacam itu.

di buku itu juga diceritakan tentang majalah feminis pertama di Jepang, judulnya Seito (Blue Stocking). pendiri majalah ini, seorang feminis juga, namanya Raicho Hiratsuka. dulu perempuan ini terkenal karena insiden bunuh diri. dia mau bunuh diri dengan kekasihnya yang sudah beristri. tapi dia tidak punya perasaan dengan kekasihnya. dia hanya bilang, dia mau bunuh diri karena dia yang mau. tidak ada hubungannya dengan laki-laki.

majalah itu sukses dan sangat berpengaruh di Jepang. tapi sejak dia jatuh cinta dengan laki-laki lebih muda 5 tahun, Hiroshi, artikel majalahnya mulai tidak bermutu dan penerbitannya sering kacau. akhirnya majalah ini diambil alih oleh Noe Ito. di tangan Noe, majalah ini berakhir karena Noe bukan perempuan yang benar-benar intelek dan dia sering mengambil keputusan yang salah.

Noe menikah tiga kali. Yang pertama, dijodohkan tapi dia kabur setelah menikah. Yang kedua, guru bahasa Inggrisnya, Tsuji. Yang ketiga, Sakae Osugi, sosialis anarkis yang sering diburu-buru polisi. Dengan suami ketiganya ini, Noe mati disiksa oleh polisi.

Osugi sendiri sudah punya istri, namanya Yasuko. Simpanan satu orang, namanya Ichiko Kamichika. Ichiko ini perempuan yang sukses, reporter perempuan pertama di Jepang. Intelektualitasnya jauh di atas Noe. Masing-masing dari perempuan itu tahu Osugi punya perempuan lain.

Hubungan segiempat ini, bagi Osugi, eksperimen pet theory of free love. Menurut dia, kesetaraan gender hanya bisa dicapai dengan free love. Ada tiga syarat. Pertama, masing-masing pihak harus independen secara ekonomi. Kedua, masing-masing pihak tinggal terpisah. Ketiga, masing-masing pihak mesti menghormati hak pasangannya untuk punya pasangan lagi.

Tapi ketiga syarat ini tidak terpenuhi. Yang pertama, Osugi sering minta uang pada Ichiko yang lebih mapan. Yasuko dan Noe bergantung pada Osugi sepenuhnya secara ekonomi. Kedua, Osugi dan Noe tinggal serumah. Ketiga, Ichiko marah besar ketika tahu Noe jadi simpanan Osugi juga. Dari awal, Ichiko menganggap teori Osugi cuma bentuk egoisme lelaki. Singkat kata, eksperimen ini gagal. Ichiko cemburu buta dan berusaha membunuh Osugi. tapi untungnya Osugi selamat.

Menurut saya, kalau dilihat tujuannya, teori ini konyol. apa hubungannya free love dengan kesetaraan gender? Kalau salah satu pihak sebenarnya tidak bisa menerima dan terpaksa mengiyakan, bukannya jadi ada posisi yang agresif dan submisif? Memang apa salahnya dengan kesetiaan? Bukankah untuk mencapai kesetaraan gender (setidaknya dalam hubungan), yang paling penting itu kesepakatan masing-masing pihak? Terserah, mau open relationship (free love) atau closed relationship.

Kalau mau dilihat dari pendapat saya pribadi, kalau mau menerapkan teori ini, sekalian saja tidak usah punya pasangan. Seperti one night stand saja. Kalau punya pasangan yang relatif tetap, salah satu pasangan bisa punya demand yang lebih. Misalnya kalau kangen, inginnya ketemu dan pasangannya seperti ada kewajiban juga untuk menyediakan waktu ketemu, kalau mau hubungannya bertahan. Nah kalah saat itu, dia lagi janjian ketemu cem-ceman yang lain? Gaswat kan bagi-bagi waktunya. Saya teh... mau hidup yang tenang aja... Damai.... Dunia ini udah banyak perang, kok mau ditambah lagi.. 

Panci Gosong

Seperti hari yang sudah-sudah, satu hari bisa jadi paradoks buat saya. Saya bingung mesti memaknai hari itu jadi hari keberuntungan atau kesialan. Kalau mau ditimbang-timbang, saya juga sulit hati. Dua-duanya sama beratnya. Bingung juga.

Dari dulu, saya selalu bilang sama diri saya dan teman-teman, kalau ada yang tanya. Cita-cita saya gak neko-neko, cuma ingin hidup bahagia. Konsep bahagia untuk saya... Senang selalu, tidak perlu susah hati, atau pusing memikirkan masalah. Apa yang saya inginkan tercapai, saya bahagia sudah.

Kadang-kadang keinginan saya melibatkan orang lain. Orang lain harus berbuat sesuatu supaya saya puas, supaya saya senang. Saking saya ingin 'bahagia', kalau orang itu menolak, saya punya seribu cara supaya dia mengiyakan saya. Tapi kalau orang itu memang benar-benar tidak bisa, saya urung niat. Saya simpan saja uneg-uneg di hati. Walaupun begitu, lama-lama orang itu lelah juga. Dan akhirnya ia jatuh terjerembab. Saya jadi susah hati sendiri. Merasa bersalah, pasti. Merasa sedih kalau orang itu saya sayang.

Pernah saya menonton episode-episode awal Judge Bao. Ceritanya tiga orang laki-laki yang memperebutkan seorang perempuan dengan caranya masing-masing. Yang satu, mencintai tapi membius istri supaya bercinta dengan laki-laki lain gara-gara dia impoten dan dia didesak oleh ibunya untuk segera punya anak. Kalau tidak, ia diancam harus bercerai dari istrinya. Ibunya sendiri sudah bersiap-siap cari calon istri baru. Yang kedua, memaksa walaupun si perempuan menolak. Perempuan membela diri tapi malah dituduh berniat membunuh. Yang ketiga, mencintai perempuan itu sepenuh hati, rela berkorban meski harus membunuh banyak orang demi melindungi perempuan itu. Akhirnya ia dihukum mati oleh Judge Bao. Menghadapi semua itu, perempuan itu hampir gila. Bengong seharian, bergumam-gumam sendiri. Di akhir kisah, Judge Bao berkata, tiga orang laki-laki mencintai satu orang perempuan. Namun cinta mereka egois. Tak satupun yang mau tahu apa yang sebenarnya keinginan hati perempuan itu.

Saya pikir-pikir, jangan-jangan keinginan saya untuk bahagia membuat orang yang saya sayangi menderita. Jangan-jangan kasih sayang saya egois. Saya ingin bahagia cuma untuk diri sendiri. Untuk hidup saya sendiri.

Tapi kembali lagi, haruskah hidup kita selalu bahagia? Waduh. Pengennya sih begitu. Tapi kalau dipaksakan, bisa jadi stress sendiri. Lama-lama seperti panci, yang gara-gara ditinggal di atas kompor, jadi gosong. Masih mending kalau itu punya sendiri, kalau punya orang lain?

Siap-siap ditimpuk orang sekampunglah.

cold is contagious

hatzyi. hatzYi..! HATZYIIII....!!! Kliyeng kliyeng. Saya kayaknya mulai ketularan flu. Cuma duduk di antara dua orang yang flu, kok? eH... dATENG lagi 1... "Liv, lo punya tissue gak?" "Ada, nih." SROOOOTTTT.. Yeah yeah. Konsekuensi gaul. Susah senang ditanggung bersama. Termasuk flu. Akibatnya rencana mau jalan-jalan nomaden gagal total. Saya terjebak di rumah saya. Saya cuma bisa mengandalkan buku dan DVD. Oh ya, saya baru beli novel di Periplus lho, judulnya "Beauty in Disarray". Ceritanya tentang cewek feminis di Jepang, namanya Noe Ito. Yah nanti saya mungkin akan ceritakan kalau saya sudah selesai baca. Hum... Dasarnya saya, lagi pusing, baca deretan huruf-huruf, tambah tewaslah saya. Akhirnya saya beralih ke DVD. Heiha. Saya buka-buka film koleksi ayah saya. "JUDGE BAO". Lumayanlah menghibur. Cukup memberi mimpi di tengah dunia yang tidak adil.

Mata saya lumayan bengkak. Kebetulan adegannya memang mengharu biru. Pengorbanan perasaan demi keadilan. Dingin ya. Memang. Sama seperti saya yang mulai mengigil. Kepala saya mulai berputar seperti gasing. Blugh. Saya ke alam mimpi.

Di suatu tempat, serba biru, serba tak pasti. Saya melata di lantai, merangkak, memanjat-manjat dinding, menempel di langit-langit. Lalu saya pindah ke tempat lain lagi. Hitam putih. Dua patung berjongkok saling berhadapan, tangan menelungkup menutupi seluruh wajah. Saya sentuh-sentuh. Aits. Dingin. Hatzyiiii!!!

Pindah lagi. Kamar saya. Tidak istimewa. Buku berserakan di lantai. Alat make-up tersebar di atas meja. Gunting. Vitamin. Razor. Pen. Prozac. Panadol. Decolgen. Ada saya. Telanjang. Meringkuk di atas tempat tidur. Handphone di telinga kanan saya. Saya meraung-raung, meratap-ratap "Gak, gak bisa. Pergi. Pergi. Lupakan saja. Pergi." Tissue di mana-mana. Ingus membuat jembatan antara hidung dan bantal.

Pindah lagi. Lantai berdebu. Puntung rokok di mana-mana. Telepon di lantai, dekat dinding. Seorang pria. Telanjang. Di belakangnya ada sofa biru. Memukul-mukul dinding dengan tangan terkepal. Lama-lama dengan kepalanya sendiri. "Kalau saja kau mau lebih mengerti," ucapannya lirih. "Menyerah. Aku menyerah. Terserah kamu." Nyamuk-nyamuk bersliweran. Darah kering di sekujur tubuh laki-laki itu. Isak tangis sayup-sayup di telepon.

Badai salju. Suara membeku. Angin. Pecah berdenting-denting.

SLAP! Saya bangun. Meringkuk di atas tempat tidur. Saya meraih tissue. Mulai menghela napas, SROOOTTT. Ibu saya masuk ke kamar saya, seperti biasa. Tanpa permisi. Mengambil baju saya di lantai. Keluar. Sekali lagi saya dengar, HATZYI!

reassure

bagaimanakah caranya mengubah kembali suatu yang sudah terjadi? jawabannya, kalau Doraemon hanya buaian tidur, jelas tidak mungkin. hari ini saya secara spontan membuat penawaran. sebenarnya hal ini tidak saya rencanakan. murni muncul dari sesuatu yang mendadak terlintas di pikiran saya. mungkin karena ada stimulus repetisi yang membombardir kepala saya. padahal kalau saya pikir-pikir sekarang, saya kemungkinan akan menyesalinya. setelah saya kaji lagi dari pengalaman saya yang lalu, keputusan saya jelas salah dan kemungkinan besar kesalahan dan kekesalan di masa lalu akan terulang lagi.

saya hendak membatalkannya namun saya berpikir lagi. everything happens for a reason right? siapa tahu kali ini segala sesuatu bisa berubah, siapa tahu saya melakukan hal yang benar. pasti anda berpikir saya sedang melakukan defense mechanism. mungkin saja. tapi saya tidak berhenti hanya sampai di situ. saya memutuskan untuk melakukan assessment lagi untuk mengkonfirmasi keputusan saya.

satu kepala ditambah lagi. ingat Kontes, Kontiers? satu kelompok tiga orang. atau... ingat lagi Triumvirat I & II jaman Romawi? konon power comes in three. kalau saya pikir, dua orang saja sebenarnya bisa menghasilkan banyak ide. tapi keberadaan orang ketiga bisa membuatnya lebih baik. ia dapat berfungsi sebagai penyeimbang. persoalannya apakah segala sesuatu sudah ditaruh dengan tepat?

salah satu tolok ukurnya adalah motivasi per individu terhadap tujuan kelompok. ingat kontes...

Motivation is a term referring to the driving and pulling forces which result in persistence behavior directed toward certain goals (Morgan, 1986)

tiga domain behavior penting di sini:

  • driving and pulling forces: kekuatan dorongan dari dalam
  • persistence: ketahanan atau ketekunan
  • directed toward certain goals: mengarah pada tujuan

kalau diturunkan lagi dalam bentuk indicants...

  • apakah ia benar-benar berniat menjalankan tugasnya
  • seberapa besar daya juangnya atau apakah ia pantang menyerah dalam menghadapi tantangan atau masalah
  • apakah hal yang dilakukannya sudah sesuai atau mengarah pada tujuan

tentunya indicants ini tidak bisa langsung ditanyakan mentah-mentah begitu saja karena kemungkinan besar 99% jawabannya akan mengarah pada social desirability atau faking good (or bad?). bagaimana? pinjam sedikit teknik proyeksi untuk wawancara (atau ngobrol-ngobrol) alias pakai pertanyaan-pertanyaan yang tersamar tujuannya. dan tentunya observasi. hehehe... rasa-rasanya fakultas saya membekali saya dengan kuliah yang cukup berguna juga. :)

kenapa motivasi penting? kalau motivasi nol, kemampuan ada, tidak ada gunanya. kemampuan itu hanya bersifat potensial, tidak terealisasi dalam bentuk tingkah laku nyata yang mengarah pada tujuan. tapi kalau motivasi ada, kemampuan kurang, masih bisa diasah. orang yang bermotivasi tinggi pasti akan melakukan segala cara agar tujuannya tercapai. salah satunya, belajar.

dan kalau motivasi nol dan kemampuan nol?
selamat tinggal.

kenapa saya melakukan assessment semacam ini? sebagai ringkasannya,
pertama, saya ragu dengan keputusan saya.
kedua, tidak mungkin mengandalkan intuisi saja. harus ada informasi objektif dalam menilai sesuatu. rasanya tidak etis.
ketiga, saya harus mengatasi keraguan saya agar saya dapat melakukan segala sesuatu dengan lebih baik di kemudian hari.

kere - trauma

Dua hari ini, saya menyatakan bahwa saya OFFICIALLY BROKE. Saya berjalan-jalan di luar (rumah) dengan uang pas-pasan dan berakhir dengan kocek kosong sama sekali. Literally nol. Berawal dari insiden pencopetan di bus Metro Mini jurusan Grogol - Ciledug. Bus yang saya tumpangi tiba-tiba mogok dan penumpang dipindahkan ke bus kloter berikutnya, tentunya dengan jurusan yang sama. Di pintu bus, saya didesak-desak, didorong-dorong dengan cara terkasar yang pernah saya alami. Setelah beberapa menit, saya berhasil masuk ke bus itu. Berdiri di dekat pintu.

Seorang bapak-bapak di belakang saya, "Eh tuh... Kejar tuh yang baju kuning. Dia mabok kayaknya. Tapi kalo mau dikejar masih bisa."

Dan bapak-bapak yang ada di depan saya, "Iya tuh HP saya juga hilang."

Saya, "Yah dompet saya juga ilang."

Pencopetan berdarah dingin ini terjadi sekitar dua minggu yang lalu. Saya belum melapor ke polisi. Ternyata saya diharuskan bank untuk membawa surat keterangan dari polisi untuk memindahkan uang di rekening yang telah saya bekukan. Untuk KTP juga berlaku demikian. Akibatnya KTP dan ATM saya yang lenyap, terancam 'lenyap' selamanya. Masalahnya, saya sibuk. Tapi ditilik lebih jauh lagi, pertama, saya malas, dan kedua, saya tidak punya uang untuk dijadikan dana terima kasih.

Saya masuk lagi lebih dalam ke fase-fase, berpikir keras sebelum melangkah. Taktis. Penuh perhitungan. Terus terang saya malas. Tapi apa dinyana, seseorang harus beradaptasi supaya tetap survive toh.

Ada yang mau memaksa dan menemani saya ke kantor polisi? Open recruitment lho. Hehehe.

Tapi yang tersisa selain kere, trauma walaupun tidak sampai membuat saya keringat dingin. Tapi efeknya masih terasa.

Pertama, setiap kali saya naik bus, saya memaksa diri saya untuk superalert dan supercuriga dengan orang-orang di sekitar saya. Homo homini lupus bellum omnium contra omnes.

Kedua, saya membawa tas besar dengan banyak kantong di dalam sehingga pencopetpun akan bingung mau ambil apa. Barang-barang saya yang penting saya taruh di kantong-kantong tas saya.

Ketiga, memilih untuk tidak menggunakan teknologi komunikasi kecuali komunikasi purba (baca: ngomong biasa). Tapi itupun seminimal mungkin. Benar-benar seperlunya. Mungkin efek dari "homo homini lupus". Dampak lebih lanjut lagi, ada yang marah-marah karena saya tidak mengangkat teleponnya. Saat itu kita memang janjian bertemu. Saya naik bus yang jalurnya sedikit berputar. Dia sampai duluan. Dan dia benci menunggu. Makin marah karena saya mereject teleponnya.

Keempat, menghindari bus yang ramai dan yang memaksa saya berdiri. Setelah berkonsultasi dengan pakar copet, ternyata saya adalah target favorit pencopet. Tampang korban. Dan pencopet lebih mudah beraksi terhadap oknum yang berdiri. Saya harus ekstra hati-hati supaya prejudice tidak jadi kenyataan.

Dan yang tak termaafkan, saya harus mengurus KTP, ATM, dan harus KERE.

titik hati. titik nadi. titik hidup.

kemarin saya ngobrol-ngobrol dengan salah seorang sahabat saya. sahabat yang dekat sekali dengan saya, sampai-sampai saya dikira pacaran dengan dia waktu semester dua lalu. padahal, kenyataannya, dia juga sudah punya pacar. seorang perempuan mungil yang manis. pertama-tama obrolan kami ringan. soal informasi baru, soal mobil keren yang ia kagumi di jalan. seorang perempuan naik ferrari menantang dia balapan dan dia kalah (mobilnya kijang). kemudian obrolan berlanjut ke zona yang lebih personal.

sebulan yang lalu dia bertemu dengan mantan pacarnya sewaktu sedang makan malam sendirian di sebuah daerah bilangan Jakarta. mereka bertatapan untuk sekian lama. dari jarak yang tidak terlalu jauh, tapi juga tidak dekat. perasaan teman saya langsung kacau balau. memori masa lalu mulai bermain lagi di kepalanya. perasaan yang ia pendam. sampai-sampai ia tak kuat meneteskan air mata. kemudian teman saya langsung ke mobilnya, melaju mobil sekencang-kencangnya. tapi dia masih sempat mendengar mantan pacarnya berteriak memanggil namanya.

teman saya punya kisah cinta yang mengagumkan. yang membuat saya sedikit iri. yang membuat saya mengata-ngatai perempuan itu bodoh bila perempuan itu menyia-nyiakan cintanya. teman saya mencintai perempuan itu dengan sepenuh hati. sepenuh jiwa. sepenuh yang mungkin tidak bisa saya bayangkan besarnya. dia menolak memeluk ataupun mencium mantannya (sewaktu berpacaran). agar ia bisa benar-benar merasakan perasaan yang murni, bukan fisik. kontak fisik yang paling jauh, hanya mengecup kening ataupun rambutnya. perempuan itu butuh. tapi teman saya mengatakan, "lebih dari yang kamu tahu, perasaanku lebih dalam."

dan saya salah mengira perempuan itu bodoh. hanya keadaan yang memisahkan mereka. agama mereka berbeda. dan orangtua perempuan itu tidak bisa menerimanya. teman saya ingin memperjuangkan cinta mereka. tapi langkah teman saya terhenti, menyadari harapan orangtua perempuan itu yang sangat besar terhadap anaknya. ia tidak mau menghancurkan hubungan orangtua-anak yang sudah terjalin sekian puluh tahun. ia yang mengenal perempuan itu baru beberapa tahun yang lalu. dan perempuan itu, menurut kabar temannya, masih mencari pengganti yang seperti teman saya. mendengar kabar itu, teman saya hanya bisa tersenyum pahit.

sampai sekarang, teman saya masih mengirim kado untuknya setiap ulangtahun. dan memang perempuan itu menungguinya dengan gelisah setiap kali dirinya ulang tahun. menunggu hadiah dan perjumpaan dengan teman saya. pernah suatu kali, teman saya pergi ke rumah mantan pacarnya untuk memberi kado ulang tahun dan menemukan mantan pacarnya sedang berdiri gelisah di depan pintu rumah sambil memegang foto teman saya. teman saya langsung pergi. ia meminta tukang sate yang ia temui di jalan untuk meminjaminya baju dan topi tukang sate berikut gerobaknya. sebagai jaminannya, ia memberi uang Rp 50.000,00 dan menitipkan kunci mobil. teman saya mendorong gerobak tukang sate melewati rumah mantan pacarnya. perempuan itu sesaat menatapnya, namun kemudian mengalihkan pandangan. mungkin ia mengira itu teman saya tapi ragu karena orang itu mengenakan baju dan topi tukang sate. kemudian teman saya melemparkan bunga ke depan perempuan itu. "Neng, bunga neng." perempuan itu tersentak dan memanggil-manggil nama teman saya. tapi teman saya sudah kabur mendorong gerobak itu (yang katanya, sebenarnya sangat berat).

teman saya sampai sekarang mau bertemu dengannya. tapi ia tidak kuat menahan perasaan yang muncul setiap kali bertemu, ataupun hanya mendengar suara perempuan itu. bahkan ketika ia menceritakan kisah ini pada saya, saya melihat ada genangan air di pelupuk matanya. ia ingin menangis, menumpahkan perasaaannya di depan perempuan itu tapi ia mengurungkan niatnya karena tidak mau membebani perempuan itu. sebagaimana hatinya hancur dulu ketika melihat perempuan itu menangis di depannya. sejak saat itu, ia tidak pernah bisa melihat perempuan manapun menangis.

saat ini teman saya sudah menjalin hubungan yang baru. pacarnya yang sekarang tahu kisah teman saya dan mantannya, termasuk perasaan teman saya terhadap mantannya. dan ia mengerti perasaan teman saya. teman saya memang orang yang selalu menaruh seluruh perasaannya bila ia mencintai seorang perempuan. ia bangga dengan perasaan yang ia alami dengan mantannya meskipun demikianlah akhirnya. ia bangga karena ia telah mengalami titik hidup yang terindah. titik hidup yang menjadikan seorang manusia, manusia. perasaan kasih sayang yang tulus.

Muntah-muntah

Well, sepertinya saya sedang terkait dengan isu-isu kehamilan. Untuk sekian lamanya, saya tidak muntah-muntah. Saya dikira hamil. Hipotesis gugur. Tapi kemarin saya seperti diserang simptom orang hamil.

Saya muntah-muntah. Di mana? Di tempat-tempat yang paling tidak diinginkan. Di kantor BRR, yang mana bukan kantor resmi saya, saya cuma dapat kerjaan parsial, membuat transkrip wawancara. Di kantor itu saya sudah diberi peringatan karena terlalu sering nongkrong tidak jelas, menemani laki-laki yang selalu ingin saya temani (walaupun kadang dia bosan melihat saya). Kemarin saya terpaksa ke kantor itu karena listrik di rumah saya padam. Sementara deadline pekerjaan saya hari ini. Dan sampai saat saya menulis ini, saya baru menyelesaikan sepertiganya. Yah apa dikata.

Saya muntah di sana.

Saya pucat.
Dia panik.

Saya pusing.
Dia banyak tanya.

Saya mual-mual.
Dia marah-marah.

"Elo kalo gak ada gue, makannya gak bener ya. Makanya... nyenyenyenye"

Saya sinis.
Dia kesal.

"Lo mau pilek ya?"
"Emang udah biasa kok."

Rasanya minggu-minggu ini saya menyebabkan penderitaan panjang. Pertama, dia dituduh menghamili saya. Kedua, dia harus menyaksikan saya yang tewas dan menahan diri dari godaan untuk memaki-maki saya.

Kedua, saya muntah waktu perjalanan naik taksi ke rumah. Pertama, saya minta pak sopir berhenti. Muntah di pinggir jalan. Di semak-semak. Kedua, muntah di taksi sebentar. Pak sopir panik. Berhenti di tengah jalan. Muntah di jalan.

Sampai di rumah, muntah di WC belakang.

Tidur. Nyutnyutnyut. Terbangun jam tiga pagi. Panik, takut pekerjaan tak selesai. SMS ke dia.

"Apa gue ke dokter aja ya, yang 24 jam?"

Telepon. Marah-marah. Katanya saya bodoh. Saya sok jagoan. Lebih marah lagi ketika saya bilang mau pergi sendiri.

"Elo kan punya keluarga, ngapain pusing sih?"

Menghindari perdebatan lebih lanjut, saya memilih iya iya. "He eh he eh. Ya udah ya gue mau istirahat dulu."

Rencana ke dokter GATOT alias gagal total, karena ktiduran. Ironis, terbangun karena pekerjaan. SMS dari rekan 'sejawat'. Panik. Tidak bisa tidur. Mengetik-ngetik di depan komputer. Dari jam setengah lima pagi sampai jam sembilan. Baru sedikit. Sial.

SAYA PENGIN BEBAS MELAKUKAN APA SAJA. SAYA MAU MENYELESAIKAN TANGGUNG JAWAB SAYA. SAYA GAK MAU NYUSAHIN ORANG. SAYA PENGIN SEHAT.

Harusnya saya hamil dulu ya...

chicklit picisan(2)

Saya adalah perempuan yang ditinggalkan. Segelas kopi hitam dan sejumput kenangan. Emas permata digelar di bawah kaki saya. Tangan-tangan menyembah dan berebut-rebut menyentuh pinggang saya. Seorang laki-laki membawa sebagian hati saya dan memecahkannya berkeping-keping, dan melempar pecahannya di laut biru, hanya dalam seahad. Saya hilang. Saya bungkam.

Saya adalah perempuan yang ditinggalkan, kemudian memilih meninggalkan. Karenanya saya terus bersembunyi di balik senyum dan air mata. Agar tak ada orang yang menyelami dan menyentuh saya. Namun pada suatu senja, saya bertemu dengan seorang laki-laki. Ia memperhatikan saya memupuri wajah saya dengan bedak. "Geisha," katanya. Saya tersentak. Dan saya melihat matanya yang seakan hendak menggali dasar saya, Saat itu saya hanya diam, diam penuh tanda tanya. Siapa dia? Dia yang mengabadikan potret saya di bawah temaram cahaya kuning. Saya tak sadar, pertemuan hari itu mengubah nasib saya. Lewat percakapan yang bergulir sepanjang malam, malam-malam pendek, ia menceritakan kisah hidupnya. Hidup yang sudah ia jalani sejak tigabelas tahun sebelum saya lahir.

Ia adalah laki-laki yang ditinggalkan. Seorang perempuan, satu tahun lebih tua daripada saya, membawa sebagian hatinya dan memecahkannya berkeping-keping, setelah dua tahun lamanya mereka bersama. Ia menukarnya dengan laki-laki lain yang kemudian juga meninggalkannya. Mereka berdua adalah orang-orang yang ditinggalkan. Bersembunyi di balik senyuman dan malam-malam penuh kemesraan. Saling mengikat. Kemudian saling menyerang. Saling melukai. Terjebak dalam hasrat semu.

Ia adalah laki-laki yang ditinggalkan, kemudian memilih meninggalkan. Ia lelah, ia berdarah, ia muak. Ia berusaha mencari hidup baru, lari dari bayang-bayang yang selama ini selalu mengejarnya. Setiap malam. Setiap pagi. Setiap detik kehidupannya. Episode-episode panjang, bertubrukan dalam kepalanya. Melukai terus hatinya yang rapuh. Hingga borok jadinya. Saya ingin menghapus luka itu dan menggantinya dengan hati yang baru. Kisah yang baru. Kebahagiaan baru. Yang membebaskan. Yang mampu membawa kami berdua menyentuh surga.

Ia merasa dirinya sudah siap. Dan ia mulai membuka dirinya untuk saya. Dan saya membuka diri saya untuknya.

Saya. Anda. Aku. Kamu. Kami?

chicklit picisan

ia punya mata setajam elang

ia menaruh jagad raya dalam kepalanya



dan aku menyayanginya. setiap jengkal hatiku terisi olehnya dan hari-hariku tak pernah tanpa dirinya.


ia kekasihku dan impianku.



hampir setiap akhir minggu, aku ke rumahnya. menanggalkan topengku, menyingkap diriku seutuhnya, berbaring di sebelahnya, dan sekian detik memandang wajahnya. kadang saling menatap, dan setelahnya menebak ia akan melengos. kadang benar kadang salah. kadang ia hanya akan diam, memelukku, kemudian memejamkan matanya lagi. namun sering ia membuka lagi matanya. membuka pembicaraan. saling bertukar cerita. saling memberi pendapat. biasanya bernada omelan, ejekan, sindiran, atau hanya menggoda. tapi aku menikmatinya.


"Aku baru baca chicklit lho."

"Chicklit? OMG. Cewek yang se-intelek elu baca chicklit?"

"Tapi gaya penulisannya bagus. Ceritanya gak narasi. Pake gaya email. Seluruh cerita dipaparin pake e-mail."

"Yah tetep aja kan.."

Kemudian aku menceritakan isinya. Seorang perempuan muda lajang berumur 30 tahunan berkenalan dengan seorang laki-laki, keponakan tetangganya. Laki-laki itu menempati rumah bibinya yang sedang koma. Tapi ternyata laki-laki itu bukan keponakan tetangganya. Ia orang yang diminta keponakan sebenarnya untuk berpura-pura jadi dirinya.

"Pasti happy ending kan? Chicklit emang begitu. Cewek ketemu prince charming, pangeran berkuda putih. Makanya disebut chick. Kayak anak-anak kan?"


Biasanya aku berpura-pura menutup telinga. Membalikkan badan. Dan ia tertawa. Aku senang karena aku bisa membuatnya tertawa walaupun aku tampak seperti anak kecil. Selain itu, aku memang tidak bisa membantahnya lagi karena ia begitu keras kepala. Padahal yang kutekankan gaya penulisannya. Aku tahu ia pura-pura. Bagi kami, ini adalah permainan. Permainan yang mengantar pada ketenangan, berlanjut ekstasi.

Saat ini ia tertawa. Kemudian ia diam. Aku tak mengerti. Ia bersembunyi. Ia menjerit. Ia menangis. Ternyata ia terluka.


ia menanam jarum-jarum di punggungnya

ia membawa pecahan kaca di mulutnya

ia menyimpan pisau di hatinya



saat ia terluka, makin ia menahan perih, makin cakarnya merobek kulitku, aku semakin tidak bisa lepas darinya. dan aku sungguh menyayanginya. ia sahabatku, kekasihku, belahan jiwaku.

Saya 'HaMiL'

Bulan merah saya terlambat mampir dua minggu. Mungkin enam minggu. Entahlah saya lupa. Kapan janji bulan merah, saya tidak terlalu sering ingat. Malahan ada orang lain yang mengingatkan saya, kapan dia datang. Kalau teman saya yang lucu dan heboh, Inayah Agustin, mengalami pembunuhan berdarah panas, mengalir-ngalir dengan sukses. Lain halnya dengan saya. Kata dia yang bertanya-tanya jadwal apel saya, 'elo mampet.' Dan dia tampak lebih concern daripada saya. Sudah seminggu sebelumnya, dia menyuruh saya pergi ke dokter. Tentunya ginekolog. Saya tidak terlalu menghiraukannya karena saya pikir toh minggu depan bulan merah melepas rindu dengan saya. Tapi sampai saya melayangkan blog ini, 'pacar' saya masih termangu di ujung jalan.

Alhasil dia menyuruh saya pergi ke dokter lagi. Sepertinya dia benar-benar khawatir. Dua kali SMS.

Message (in): Ya kdokter aj
Time : 14:56

Saya tidak membalas.

Message (in): Tanya2 aj k doktr mana gt
Time : 15:05

Dan kali ini saya setuju. Mulailah saya mengirim pada teman-teman yang saya rasa punya informasi yang saya butuhkan.

Format SMS:
(nama orang yang di-SMS), lo tau ginekolog yg ok ga? Jadwal bulanan gue gak teratur nih.

Saya mengirim SMS ke tiga orang. Respon pertama kali yang saya dapat, saya langsung ditelpon. Orang ini menyarankan dokter di Medistra. Di akhir telepon, "hayo kamu ngapain yo..." Saya balas saja, "Nah kalo dapet undangan kawinan asik kan." Dari pertama saya sudah sadar, bertanya soal ginekolog sama saja dengan mempublikasikan bahwa saya mungkin hamil walaupun saya belum tentu ke sana dengan maksud seperti itu. Respon kedua, SMS, "lo terlambat brapa minggu?" Sepertinya netral. Tapi tunggu dulu. Ternyata orang ini mengirim SMS lagi ke dia yang khawatir tentang tamu saya. "Mau diremove atau yang mana nih?" Begitu kira-kira. Respon orang ketiga, SMS, panjang. Jadi disingkat saja. Kira-kira begini, "Tenang jangan panik dulu. Lo pernah telat sebelumnya gak? Beli test pack aja dulu. Udah?".

Inilah mengapa saya malas sekali ke ginekolog. Saya tidak bisa membayangkan tatapan segala orang di rumah sakit yang melihat saya di ruang tunggu, dengan segala hal yang mungkin muncul di kepala mereka. Yang saya percaya walaupun detailnya berbeda, intinya sama. "Hah, masih muda udah hamil?" Mungkin ini disebabkan jarang perempuan pergi ke ginekolog cuma memeriksa kondisi kesehatan alat reproduksi seksualnya. Lebih sering mereka pergi untuk memeriksa kehamilan.

Dengan membuat alasan yang paling tidak berkesan lebih "mulia" daripada ketakutan prasangka orang lain, saya memutuskan untuk menunda kunjungan ginekologis. "Toh saya pernah mengalami ini sebelumnya. Saya pernah dengar orang yang di bawah berat badan normal, biasa siklus menstruasinya tidak teratur. Dan berat saya cuma berkisar 37-40 kg."

Jadi ingat kuliah Psikologi Sosial II tentang prejudice. Sekarang saya jadi target. Awalnya saya pikir saya bisa cuek. Tapi ternyata sekarang saya termakan juga.

Superman-ku oh Superman...

Kemarin, untuk pertama kalinya saya nonton di Djakarta Theater. Gedung bioskop yang antik, dulunya jadi urusan Pemda tapi sekarang diambil 21, dan besar sekali. Begitu besarnya, sampai kata Iin, "Kalo nyari bangku di sini, lo bisa nyasar. Mesti manggil 'In... In...'". Begitu kira-kira. Saya diculik Inayah Agustin, "Welcome to the club!", katanya. Anggotanya? Sudah ada Inayah Agustin, Echa, Timo (kembaran Mas Japro - sumpah mirip banget), dan menyusul Olivia. Khukhukhu. Tak tanggung-tanggung pula yang kami tonton premier Superman Returns. Film superhero klasik, yang dipastikan penontonnya bakal membludak, dari anak kecil sampai oom-oom dan tante-tante. Mungkin juga kakek-nenek. Entah apa daya tariknya. Begitu tidak manusiawinya sampai-sampai pakai celana dalam di luar. Tapi tetap saja banyak yang suka. Saya sih terus terang tidak begitu 'in'. Superhero lagi heboh di industri film dan saya sebagai salah seorang penikmat film merasa harus tahu. Jadilah saya menonton di sana.

Tentu saja ekspektasi saya adalah cerita superhero. I mean, kepahlawanan! Walaupun klasik, yang baik menang dari si jahat. Saya ingin tahu detail cerita pergulatan itu. Bukan kisah cinta picisan ala telenovela! Inilah yang saya alami dengan Superman. Fernando Jose, diganti superman. Kecewa? Jelas. Marah? Tentunya. Tanyakan saja pada Iin dan Echa. Reaksinya pasti sama walaupun derajat atau intensitasnya berbeda-beda.

Energi negatif memenuhi saya, menggelegak, mendorong saya untuk tak henti-hentinya mengata-ngatai film itu. Reaksi yang mendengar bermacam-macam. Ada yang, "untung gue gak nonton. emang gue udah feeling filmnya ga asik." Sok tahu, tapi tidak apalah. Hak masing-masing pribadi. "Emang gue gak suka. Masa' jagoan pake celana dalem di depan.". Ada juga, "Yah, padahal gue udah rencana pengennonton lho." "Ah masa sih sejelek itu, dari trailer-nya, kayaknya lumayan deh." Trailer memang suka menipu. Namanya juga jualan. Reaksi lain (yang belum nonton), "Ah lu kan belum pernah nonton Superman yang pertama." Hm. Mungkin. Tapi saya menunggu komentarnya setelah menonton.

Oh ya, perlu saya tambahkan. Perempuan, yang nonton di sebelah kanan saya, ngorok. Bukan menguap. Tapi benar-benar ngorok, seperti bunyi babi!

Tapi kalau dipikir-pikir, walaupun super tidak puas, paling tidak saya masih 'happening' gaul...

sex - the first?

What is sex? Jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan. Itu arti secara kamus. Dalam kehidupan sehari-hari, orang mengasosiasikannya sebagai sexual activity. Menggoda, foreplay, penetrasi (kalau laki-laki dengan perempuan, atau laki-laki dengan laki-laki, atau perempuan dengan dildo dan semacamnya), orgasme. Ini yang biasa dilakukan dengan orang lain. Kalau sendiri saja? Ada yang namanya masturbasi. Bisa sampai orgasme juga.

Sex. Ditabukan oleh banyak budaya dan agama. Dianggap sebagai topik 'kotor'. Diasosiasikan dengan dosa. Namun sex erat kaitannya dengan fungsi biologis meneruskan keturunan. Freud saja bilang sex adalah kebutuhan dasar. Setiap orang suka seks. Buktinya kebanyakan orang pasti tertawa mendengar humor seks. Sekedar catatan, menurut psikologi humor, orang tertawa mendengar lelucon yang mengangkat hal-hal yang direpresikan.

Saya pernah baca di buku Zahir karangan Paul Coelho, tentang mengapa sex ditabukan. Pada suatu masa, laki-laki dan perempuan bebas melakukan hubungan seksual. Lahirlah banyak manusia-manusia baru. Namun sumber daya alam yang ada rupanya terbatas. Keadaan ini melahirkan perseteruan, peperangan yang menghasilkan banyak korban di pihak perempuan dan anak karena mereka dianggap lebih lemah. Seorang yang dituakan, berkharisma, dianggap dekat dengan Tuhan berusaha untuk mengatasi bencana ini, dengan melakukan intervensi langsung pada sumbernya. Seks bebas = banyak manusia. Dengan alasan wejangan Tuhan, ia menabukan seks bebas dan mengharuskan seorang laki-laki harus setia dengan seorang perempuan. Dalam masyarakat, ikatan kesetiaan dimanifestasikan dalam bentuk pernikahan. Sex after marriage. Seks dilakukan dengan orang yang diyakini sebagai pasangan seumur hidup. Sex is a love devotion.

Sebagaimanapun budaya menabukan seks bebas, toh masih banyak orang yang masih tidak bisa menahan godaan seks. Banyak orang menganut seks bebas (diakui ataupun tidak) yang akhirnya menciptakan subkultur baru. Seks bebas. Dengan perkembangan arus informasi, orang terekspos dengan berbagai macam norma, termasuk yang saling bertentangan. Anak muda diajarkan oleh orangtua bahwa seks harus dilakukan setelah menikah. Namun ia juga mendengar bahwa seks boleh dilakukan sebelum menikah. Alasannya macam-macam. Salah satunya alasannya adalah kecocokan. Pernikahan adalah lembaga yang mengikat. Menuntut kesetiaan. Di dalamnya, tentunya ada seks. Bumbu cinta. Saluran penghasil anak. Lebih jauh lagi, kebutuhan dasar yang dinanti-nantikan untuk dipenuhi setelah direpresi sekian lama. Kalau tidak ada kompatibilitas dalam hal seks, tentunya pernikahan itu bagai neraka. Misalnya, suami lebih suka sodomi. Istri maunya lewat vagina. Oleh karena itu, pada masa pacaran, seks juga termasuk hal yang sebaiknya dijajaki dengan pasangan. Dan saya adalah orang yang menganut paham ini.

Banyak orang yang sudah cenderung permisif dengan sex before marriage. Ada yang menganut totalitas seks bebas, dalam arti sex is basic need. Drive utama-nya tak lain adalah nafsu. Namun masih ada yang berusaha menyeimbangkan dengan norma lama. Bahwa sex before marriage bisa dilakukan asalkan di dalamnya ada cinta. Jadi, sex bukan hanya nafsu, sex = making love.

Dilema pandangan ini terutama dialami oleh first-timer. Ragu kapan sebaiknya virginitas dilepaskan. Inilah yang saya alami saat ini. They say that your first sexual experience should be memorable. Therefore do it with someone you love. Saya pribadi bingung dengan sex driven by love. Pertama, apa yang dimaksud dengan cinta? Buat saya, cinta sangat abstrak. Apa yang dimaksud adalah kenyamanan dan rasa percaya (membiarkan benda asing masuk ataupun memasuki liang misteri)? Kedua, seberapa yakin bahwa hubungan seksual dilakukan karena cinta, bukan nafsu? Bisa dua-duanya dengan persentase yang cuma bisa dikira-kira. Atau jangan-jangan hanya nafsu tetapi dijustifikasi sebagai cinta hanya supaya terdengar lebih mulia?

Akan tetapi ada juga yang bilang bahwa pengalaman hubungan seks pertama sebaiknya biasa-biasa saja. Tidak terlalu istimewa. Kalau begitu dahsyat, nantinya di hubungan berikutnya (dengan orang yang berbeda), orang akan terperangkap membandingkan sehingga tidak pernah tercapai kepuasan. Bukan rasa senang, melainkan menderita terperangkap memori masa lalu. Bagaimana hidup bisa berjalan maju kalau orang hanya melihat ke belakang?

Saya cukup pusing dengan hal ini. Sampai-sampai saya mengajukan pertanyaan, "Dalam hubungan kita sampai sekarang ini, do you want me just for sex?" Pertanyaan bodoh yang cukup membuat yang ditanya marah besar dan saya kelimpungan menjelaskan posisi saya, dan meredakan amukannya. Kemudian selama beberapa hari, saya berpikir. Saya mencoba untuk tidak terlalu mempedulikan apa yang dikatakan orang lain dan mulai menggali diri saya sendiri. Proses yang sulit. Orang terlalu sibuk mendengar sana sini dan akhirnya sulit membedakan yang mana suara hatinya.

Saya akhirnya memilih untuk tidak terlalu mempermasalahkan ini itu, wassa wussu. Pusing sana sini untuk hal-hal yang jangan-jangan sebenarnya tidak perlu terlalu dipikirkan. Begitu banyak hal yang mungkin bisa dijawab namun belum tentu itu adalah jawaban yang sungguh-sungguh benar. Pikiran manusia begitu penuh dengan referensi sehingga ia sulit sekali membedakan the real self-nya. Easy going saja. Saya percaya bahwa diri saya akan tahu kapan saat yang tepat. I'll do it when I'm ready to.

course for the self

Setiap orang punya masalah. Jangan-jangan setiap orang menciptakan masalahnya sendiri. Masalah atau tidak, bukankah sangat ditentukan oleh persepsi pribadi? Akhir-akhir ini, seperti banyak orang di dunia ini, saya dirundung masalah-masalah. Saya pun menjadi bingung, uring-uringan, dan membuat teman-teman saya bosan mendengar saya. Saya memang suka ngoceh-ngoceh ngalor-ngidul curhatminztuin kalau saya merasa punya masalah. Rasanya bukan hanya itu, kelakuan saya ternyata menciptakan masalah-masalah baru. Masalah baru yang ternyata membuat saya lebih megap-megap dari sebelumnya. Masalah hubungan antardua orang, masalah perasaan, masalah kesepakatan (yang menjadi berubah-ubah lantaran saya bingung), masalah memikirkan orang lain. Masalah dengan orang yang sangat saya sayangi. Orang yang bisa membuat dunia saya jungkir balik, terbang ke mana-mana. Saya lebih uring-uringan lagi dari sebelumnya.

Well... Saya tidak akan menceritakan detail kisah saya dengan dia, selain karena terlalu pribadi, juga terlalu rumit dan panjang. Saya sendiri saja sulit disuruh menceritakan secara oral. Saya pasti melewatkan detail-detail yang saya anggap penting, bukan, semua detail saya anggap penting dan saya merasa berkata-kata tidak cukup merengkuh elemen-elemen hubungan saya dengan dia. Pada intinya, saya menjadi terlalu manja, terlalu menggantungkan diri. Sementara saya sibuk menampilkan ekspresi ke-BT-an saya, dia juga sebenarnya punya masalah sendiri yang ternyata jauh lebih berat dari saya, jauh berefek pada masa depan, pencapaian, dan hidup. Saya ingat kata-katanya, "Belum tentu 20 tahun lagi, gue masih hidup. Dan gue butuh waktu untuk diri gue sendiri." "I'm not your problem solver, right?" Yup, baby.

Saya berpikir jangan-jangan hal-hal yang saya anggap masalah sebenarnya bisa bukan masalah. Jangan-jangan masalah yang benar-benar masalah ada dalam diri saya. Saya yang selalu membawa masalah ke dalam perasaan sulit berpikir rasional. Saya yang tidak percaya dengan kemampuan saya sehingga sering bergantung pada orang lain. Saya yang selalu meragukan setiap keputusan saya sehingga sering berubah-rubah. Saya yang terlalu berpikir pendek dan tidak menyeluruh, tidak taktis. Saya yang sering mengabaikan setiap kesempatan hanya karena saya tidak suka dengan suatu cara. Pada intinya, saya manja.

Selama duapuluh tahun lebih saya hidup, saya baru menyadari hal ini. Mungkin orang-orang di sekitar saya tidak berani mengatakan hal ini meskipun mereka terganggu dengan sifat saya. Mungkin mereka diam-diam mengeluh dalam hati. Dan saya rasa saya tidak bisa terus-menerus membiarkan diri saya pasif dan menunggu orang lain menunjuk apa kesalahan saya, apa yang harus saya perbuat, dan apa konsekuensi dari segala sesuatu yang saya lakukan. Saya adalah motor kehidupan saya, saya yang menjalaninya, dan harusnya saya adalah orang yang paling tahu dengan diri saya.
Saya harus lebih mandiri.
:)

EMPATHY-ALTRUISM: the existence

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Dengan kata lain, manusia membutuhkan pertolongan orang lain. Orangtua membantu anak dengan mengajarinya berbagai keterampilan sosial agar anak mampu berfungsi dengan baik sebagai anggota masyarakat. Dalam lingkup nasional, perilaku menolong tampak pada saat terjadi bencana tsunami di Aceh. Banyak orang memberikan sumbangan untuk membantu pemulihan korban bencana.

Perilaku menolong menjadi salah satu kajian dalam Psikologi Sosial. Berbagai teori Psikologi Sosial berusaha menjelaskan perilaku ini. Salah satunya, empathy-altruism hypothesis. Perilaku altruis merupakan perilaku menolong orang lain yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan orang yang ditolong, tanpa terlalu mempedulikan kesejahteraan diri dan empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan merasakan apa yang dialami orang tersebut. Teori ini mengatakan bahwa jika seseorang merasakan empati terhadap orang lain, ia akan memunculkan perilaku altruis terhadap orang tersebut (Aronson et al. 2003).

Akan tetapi menurut kami, pure altruism tidak pernah ada. Motivasi seseorang untuk membantu orang lain sebenarnya terpulang pada pemenuhan kebutuhan pribadinya. Ketika seseorang menolong orang lain, ia akan merasakan kepuasan tersendiri karena telah berhasil memenuhi kebutuhannya. Salah satunya esteem need. Sudah menjadi konsensus umum bahwa kita harus mengucapkan terima kasih atas pertolongan orang lain. Ucapan terima kasih dan mungkin disertai pujian akan meningkatkan self-esteem seseorang. Selain itu, ia akan mendapatkan reputasi baik di mata orang-orang. Menurut Rogers, seseorang akan merasa memiliki self-esteem yang tinggi apabila ia mendapat feedback yang baik dari lingkungan. Ia merasa bangga karena dirinya berada di ‘atas’ orang lain, setidaknya sama berharga dengan orang lain.

Mengenai empati, kami berpendapat bahwa empati akan muncul apabila didorong oleh motivasi tertentu. Misalnya, kita melihat seorang teman murung setelah mendapat nilai quiz yang buruk. Kita berempati terhadap orang itu karena dulu kita pernah mengalami hal itu dan kita berharap ada orang yang mau memahami dan menghibur kita. Mungkin dulu kita tidak pernah mendapatkannya. Dengan berempati pada orang itu, kita akan merasa lega karena kita tidak seburuk orang lain yang tidak mempedulikan perasaan kita. Atau mungkin juga kita tidak pernah mendapat nilai yang buruk namun kita takut bahwa suatu saat kita akan mengalaminya. Kita memproyeksikan perasaan pribadi kita kepada orang tersebut dengan berempati terhadap orang tersebut. Selain itu, mungkin kita juga berharap orang lain akan melakukan hal yang sama apabila kita mengalami kemalangan.

Inilah yang dimaksud dengan social exchange theory. Teori ini mengatakan bahwa seseorang menolong orang lain dengan mengharapkan suatu imbalan (Aronson et al. 2003). Salah satunya, adalah positive feedback baik dari diri sendiri maupun orang lain. Orang seringkali memegang prinsip belief in just world, bahwa hal baik akan selalu terjadi pada orang yang baik, dalam hal ini suka menolong (Aronson et al. 2003).

Namun kami sering mendengar orang yang mengeluh karena tidak ada orang lain yang membantunya saat kesusahan. Padahal ketika orang lain membutuhkan bantuannya, ia selalu menolong orang tersebut. Dalam cerita rakyat Malin Kundang, dikisahkan bahwa ibu Malin Kundang mengutuk Malin Kundang sebagai anak durhaka karena setelah pengorbanan-pengorbanan yang dilakukannya, Malin menolak mengakui ibunya. Tindakan ibu Malin memikirkan tentang pengorbanan-pengorbannya untuk Malin sudah menunjukkan bahwa ia tidak benar-benar tulus membesarkan anaknya.

Dalam masyarakat Indonesia, dikenal pemeo banyak anak banyak rejeki. Berbeda dengan kebudayaan di Barat yang ‘melepas’ anaknya setelah cukup umur, kebudayaan timur menganggap bahwa anak adalah milik keluarga. Anak diharapkan dapat memperbaiki nasib keluarga dan menjadi sumber kebanggaan keluarga di masyarakat. Misalnya, ada orangtua yang ingin anaknya menjadi dokter karena profesi dokter sangat dihargai masyarakat. Oleh karena itu, mereka membesarkan anak dengan sebaik-baiknya, memberikan fasilitas sebaik yang mereka mampu. Ketika anak tidak berhasil memenuhi harapan orangtua, mereka kecewa dan mungkin menganggap anaknya tidak tahu balas budi. Kembali pada cerita Malin Kundang, ibu Malin mungkin sebenarnya juga ingin mendapatkan penghormatan masyarakat yang bersumber dari anaknya. Berdasarkan ilustrasi-ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa pure altruism tidak ada, dalam hubungan orangtua dan anak sekalipun.


by: OLiPH & Joey

Catatan Mentok-Mentok Dikit Nyampe Finish

HIP HIP HURRAY!!!! Akhirnya kemarin saya sudah melangkahkan kaki ke depan pintu gerbang kebebasan saya. Saya sudah melewati tahap ujian akhir Kontes, yang selalu ditunggu dan diharap-harap cemas selama semalam. Saya tidak bisa mencapai kondisi REM alias terbangun-bangun terus. Mungkin night terror (hah, over dech). Walaupun mungkin karena masalah kasih-kasihan, saya yakin 70% gara-gara kompre keesokan harinya. Mungkin sekali-kali saya harus yoga untuk menenangkan batin saya yang tidak keruan juntrungannya. Rasanya saya terperangkap di dunia gelap yang tidak berujung, seperti saya memanggil nama Brad Pitt di kunjung bunga tidur saya namun dia terus berlalu dengan Angelina Jolie yang bikin saya ’mak nyes’. In, pinjem Brad PITT!!! BRAD PITT!!!!!!!!!!!!!!

Kembali pada topik semula, alhasil saya terkantuk-kantuk sampai di kampus dengan wajah garang, tak bergairah, seperti ayam yang mau disabung.

(Soundtrack: Why Does The Sun Go On Shining)

Di Hall C-lah saya bertemu Iin dan kami bercurhat sepanjang pagi menuju Kompre Kontes, lalu mengisi bulletin board dengan judul last supper / perjamuan terakhir. Catharxis, cuy.....

Akhirnya saya dengan bantuan saudari Iin ’menciptakan’ sebuah lagu, yang saya beri judul ’Mars PostKontes’

Oh kontesku ku tidakkulupakan.....

kan terkenang selama hidupku

biarpun saya pergi jauh

tidakkan hilang dari kalbu

Oh kontes kusesali

Engkau kuhargaiiiiiiii

BEBASSSSS!!!!!!! Life oh life.

Secercah sinar harapan menyambut hidup saya, tangan malaikat menarik saya dari jurang kegelapan, dan berakhirlah saya dengan Saudari-saudari Kesedihan (Iin , Enno, dan Nining) di PS: ngiler-ngiler sepatu merah MiuMiu dan saya-Nining mendeklarasikan bahwa kami bersedia menjadi pacar siapapun yang membelikan kami MiuMiu setiap minggu, makan Chicken Maryland Tamani, ’browsing’ lingerie di Metro, menemani Rekan Sebangsa dan Setanah air (Iin) beli es krim Baskin Robbin yang bisa membuat dirinya menyentuh surga, dan menonton X-Men 3(sudah diskala derajat favorableness masing-masing kami oleh Saudari Iin).

Setelah menonton X-Men 3, kami berpisah. Kadet Enno menjemput kekasih hatinya yang sedang ’berciat-ciat’ sedangkan Kadet Nining dan Kadet Iin terakhir-terakhir melalui SMS-nya, saya ketahui berhasil memperoleh buku Brad Pitt yang tentunya membuat saya iri hati sekali. Sedangkan saya? PARTY DONKK!!! Maliq D’essential di NYC, diwawancara Global TV. I’m on the news, man!!

Akhirnya, saya, seperti yang didaulat oleh Jenderal Japro, pulang ke rumah jam 2 pagi dengan selamat sentosa.

LIFE OH LIFE...

(Soundtrack: Life-Desree)

alien mind-invasion & molecular-freak : what a day!

Jakarta, 19 Mei 2005
14:04 Ruang Eksperimen Lt. 6 Gedung C UNIKA ATMA JAYA


Alien mind-invasion

Siang ini di saat saya dan teman sekelompok burnout mengerjakan tugas metode kualitatif, menganalisis duapuluh halaman verbatim wawancara dan melakukan coding dan apapun yang asing bagi kami karena dosen kami lebih sering berdiskusi di kelas dan memukau kami dengan daya analisis yang tajam, tepatnya tidak terpikirkan. Teman saya, Joey, tiba-tiba menyeletuk, “Liv, coba lo cerita ke Fenny soal Yesus dan bayi tabung.” FYI, Joey teman saya yang aneh dan omongannya cuma berkisar selangkangan. Fenny adalah pacar Joey yang lemah lembut, feminin, baik hati, dan saya tak habis pikir mengapa dia mau dengan Joey. Saya teringat cerita guru Tata Negara saya di kelas dan mulailah saya bercerita kepada Fenny yang menatap ingin tahu.

Alkisah pada suatu hari yang entah siang entah malam entah pula di mana tempatnya, alien-alien ingin melakukan percobaan bayi tabung. Seperti yang dilakukan para produsen obat di Amerika yang mencobakan obat antimual untuk orang hamil kepada orang-orang India yang akhirnya menghasilkan produk (baca: bayi) cacat, alien-alien menjadikan manusia, yang notabene adalah makhluk yang lebih rendah dan mudah dibodohi-bodohi, sebagai kelinci percobaan. Maka dikirimlah malaikat yang sebenarnya alien untuk memukau Maria dengan cahayanya dan mengirimkan pesan yang dipoles sedemikian bagusnya yang inti sebenarnya meminta Maria sebagai kelinci percobaan.

Mengandunglah Maria, dan turut serta bersamanya, Yusuf, yang percaya dengan cerita Maria, berjalan menuju Betlehem untuk ikut sensus penduduk. Di tengah jalan, Maria ingin melahirkan dan berakhirlah ia di kandang domba. Bum! Yesus lahir. Malaikat bersuka ria menyanyikan Gloria, yang sebenarnya adalah sekumpulan alien yang sedang bersuka ria karena percobaan bayi tabungnya berhasil. Akhirnya Yesus, yang sebenarnya alien, mengajar manusia-manusia yang saat itu masih rendah peradabannya (mereka suka membunuh, mencuri, berbohong, dan sebagainya). Untuk kepentingan itu, Yesus melakukan mukjizat, seperti mengubah air menjadi anggur, berjalan di atas air, dan sebagainya. Singkat cerita, kelahiran dan karya Yesus adalah misi alien. Mengenai orang Majus dari timur yang dituntun bintang timur menuju Yesus, sebenarnya bintang timur itu adalah UFO.

Ini adalah salah satu versi penjelasan dari misteri penciptaan yang tidak pernah terbukti dan selalu menarik saya untuk bermain-main dengan kemungkinan-kemungkinan.



Jakarta, 19 Mei 2005
14:50 Ruang Eksperimen Lt. 6 Gedung C UNIKA ATMA JAYA

Molecular-freak

Pernahkan anda berpikir bahwa dunia kita sebenarnya terdiri atas beberapa dimensi? Mungkin tidak. Lain halnya dengan saya dan Joey. Menurut pemikiran kami yang cukup ngalor ngidul, makhluk yang kita sebut sebagai manusia, hewan, dan tumbuhan sekarang tinggal dalam suatu dimensi. Suatu saat, dimensi ini akan penuh apabila tidak ada ‘kematian’. Kematian merupakan usaha evolusi untuk mempertahankan density dimensi ini. Manusia mati, menjadi arwah, yang sering disebut hantu atau arwah gentayangan. Hal ini mungkin dianggap kegaiban di dunia Barat, tetapi berbeda di negara kita. Hantu dan segala atribut kearwahannya menjadi hal yang lazim. Tidak percaya? Silakan anda nyalakan televisi, dan mulailah untuk menonton sinetron-sinetron Indonesia.

Mari kita fokuskan pada manusia karena manusia selalu menarik bagi kita. Tentunya narsisme kita menuntut kita untuk tetap berorientasi pada diri. Jangan-jangan, manusia mati sebenarnya tidak mati. Dengan kata lain, manusia kekal. Kematian manusia hanyalah perpindahan dimensi. Suatu saat, hantu-hantu bisa menampakkan diri. Itu adalah usaha untuk berpindah dimensi namun tidak berhasil (karena hantu tidak menjadi manusia). Kemudian suatu saat, dimensi hantu, sebutlah dimensi B, juga bisa penuh. Evolusi pun bersikap adil. Ia menciptakan adanya reinkarnasi agar manusia di dimensi B bisa berpindah ke dimensi A (dimensi yang saya, Joey, dan teman-teman sekalian tinggali). Jadi kematian dan kelahiran hanyalah permainan perpindahan dimensi.

Kalau manusia bisa melebihi usaha evolusi, menguasai perpindahan dimensi, katakanlah bermain-main dengan struktur molekul manusia, manusia bisa seenaknya jadi hantu dan jadi orang. Jika perpindahan antardimensi bisa dilakukan, tentunya perpindahan intradimensi juga bisa dilakukan dengan mudah. Kita bisa berpindah tempat hanya dengan mengurai dan membentuk molekul kita kembali. Bayangkan keuntungan yang bisa kita dapatkan. Selain urusan efisiensi (kembali lagi pada kepentingan diri sebagai bentuk egoisme narsisme), kita juga menjaga keseimbangan ekosistem. Tidak perlu lagi ada pencemaran lingkungan dan segala urusan tetek bengek efek rumah kaca.

power of perception

bagaimana proses pemikiran manusia untuk sampai pada suatu penilaian? misalnya, saya menilai bahwa Brad Pitt seksi. aspek-aspek apa dari Brad Pitt yang membuat saya menilai pria itu seksi? saya berpikir, mungkin tubuhnya yang atletis. tapi Matthew McConaughey juga punya tubuh seksi. bahkan abs-nya lebih terbentuk. mungkin tatapan matanya menawan hati. tapi Jude Law punya tatapan yang lebih dashyat. lantas mengapa saya bisa menilai Brad Pitt paling seksi? ternyata sulit sekali bagi saya untuk membedah metakognisi saya. dan saya rasa demikian pula dengan sebagian besar orang. padahal manusia selalu menilai dan sebagai akibatnya, setiap manusia pun jadi objek penilaian. mengapa? tampaknya manusia perlu frame berpikir atau skema dalam mempersepsi apapun yang terjadi, termasuk mempersepsi orang lain. yah ini sudah dibahas pada bab social cognition pada mata kuliah Psikologi Sosial I. saya hanya meringkasnya sedikit materi tersebut.

hari senin kemarin, saya baru melewati pengujian comprehension untuk eksperimen yang telah kelompok saya jalankan. konon dosen penguji adalah dosen yang terkenal kritis dengan pertanyaan-pertanyaan 'menggigit'. apalagi dalam menjawab pertanyaan, sesama anggota kelompok tidak boleh berdiskusi. pada saat pengujian kelompok lain, pertanyaan saya dipilih dosen untuk dilemparkan kepada anggota kelompok tersebut. pertanyaan saya didasarkan pada teori-teori yang mereka gunakan. mengenai kejelasannya. saya melewatkan bagian statistik pada paper mereka karena saya malas membaca angka-angka. kepala saya sudah terlalu berat dan saya terlalu mual untuk berpikir. dosen penguji menanyakan statistik kepada mereka dan pada saat itu, barulah saya sadar bahwa mungkin ada kesalahan dalam statistik tersebut. dan bertanyalah saya dan sayapun memberikan jawaban yang menurut saya benar. tujuan saya untuk membantu mereka menemukan jawaban walaupun usaha saya kurang berhasil (mereka semakin bingung). akan tetapi, mungkin ada orang yang menganggap saya mencecar mereka. hal ini saya simpulkan dari permintaan seorang teman kelompok lain yang belum mendapat giliran, untuk tidak mencecar kelompoknya. saya menyetujui.

pagi ini, teman saya bercerita bahwa dirinya masuk angin dan keracunan makanan. ia sampai muntah-muntah sepanjang malam. ia juga bercerita sakit maag-nya sering kambuh pada saat ia mengerjakan tugas eksperimen. ia mengeluh bahwa tugas mata kuliah tersebut membebaninya sedemikian berat sehingga ia mengalami penurunan kondisi kesehatan. saya menyimpulkan ia stress. ia mempersepsikan adanya beban dari mata kuliah tersebut dan menganggap tugas tersebut sulit diselesaikan.

aspek penilaian terhadap mata kuliah tersebut menjadi benang merah dari kedua cerita di atas. pertama, kegugupan dan kecemasan akibat penilaian bahwa pengujian adalah pembantaian. perasaan tersebut dialami oleh baik kelompok yang mendapat giliran maupun yang menunggu giliran. kelompok yang sedang maju beberapa kali salah menangkap inti pertanyaan yang diajukan, menjawab dengan cara berputar-putar atau berbelit-belit, tampak gugup (sindrom ng.... ng...), dan sebagainya. kelompok yang sedang menunggu giliran berharap-harap cemas agar nasib mereka lebih baik dari kelompok lain. salah satu caranya adalah dengan meminta kelompok lain untuk tidak 'mencecar'. dalam situasi menekan, pertanyaan yang diajukan dianggap sebagai ancaman. padahal yang saya tangkap dari proses comprehension ini adalah feedback untuk kelompok dari kelompok lain dan dosen beserta asistennya melalui pelemparan pertanyaan. selain itu, comprehension ini bertujuan untuk memberikan nilai individual. berdasarkan proses ini, dapat diketahui sejauh mana pemahaman masing-masing anggota kelompok. ketika sudah memasuki proses ini, anggota kelompok sudah berjuang dengan atributnya sendiri, memperjuangkan nilainya sendiri. jadi, tidak ada tujuan untuk membantai eksperimen yang telah dijalankan kelompok. pada peristiwa kedua, teman saya mempersepsikan bahwa mata kuliah ini sangat berat, sangat sulit, dan menakutkan sehingga ia mengalami kecemasan-kecemasan yang mengakibatkan dirinya stress. akibat lebih lanjut dari stress adalah penurunan kondisi kesehatan (yang paling tampak), mungkin disertai pula penurunan motivasi belajar.

berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas, saya berkesimpulan , menyetujui pendapat Mas Satriyo Wibowo (dosen metode kualitatif), bahwa kenyataan subjektiflah yang berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. orang berhubungan dengan realitas objektif melalui sensasi dan persepsi. melalui indera, manusia mensensasi stimulus dari lingkungan. kemudian, informasi sensasi tersebut diproses dan dihasilkanlah suatu pemaknaan subjektif atau kenyataan subjektif. inilah persepsi. persepsi A bahwa comprehension eksperimen menjatuhkan membuat A stress.

lantas bagaimana caranya untuk mengubah persepsi seseorang? jawabannya, persepsi bisa diubah apabila salah satu variabel pembentuk persepsi atau lebih diubah. misalnya, persepsi bahwa itik merah bisa diubah dengan menghadirkan itik putih. persepsi yang bersifat kognitif masih jelas. namun bagaimana dengan persepsi yang bersifat emosional? misalnya persepsi bahwa comprehension eksperimen membantai kelompok. tidak ada bukti nyata yang benar-benar mendukung pendapat ini, namun mereka mempercayainya. ada komponen afektif atau emosional di sini, misalnya kecemasan, ketakutan, dan sebagainya. perasaan seringkali timbul tanpa kita tahu apa sebabnya. oleh karena itu, diperlukan emotion-focused coping. Emotion-focused coping adalah usaha mengatasi stress yang diarahkan pada emosi, misalnya mengatasi kecemasan. Misalnya, dengan mencoba positive thinking. dengan perasaan tenang, kita pun akan berpikir dengan lebih jernih.

"pesan moral", kelompok yang nanti maju hari Jumat, usahakan jangan terlalu tegang-tegang, jangan berpikir macam-macam. relax and good luck!

maaf

buat banyak orang, saya rasa, kata 'maaf' sering sekali dikeluarkan lewat mulut langsung ataupun lewat tulisan. dengan budaya indonesia yang cukup 'maaf-maafan', kata 'maaf' bahkan kadang-kadang terlihat sudah menjadi respon otomatis. implikasinya, orang jadi sulit membedakan 'maaf' mana yang benar-benar dari hati terdalam dan mana yang sekedar bagian dari ritual, atau 'maaf' mana yang bagian dari taktik melarikan diri. tampaknya pernyataan saya yang terakhir ini terdengar sarkastis, apatis, pesimis, atau 'is'-'is' lainnya.

saya sendiri paling benci mendengar kata 'maaf'. sesuai dengan social exchange theory, ketika seseorang meminta maaf pada saya, saya merasa punya obligasi untuk memaafkan. memaafkan idealnya tulus. namun pada kenyataannya sulit, apalagi saya orang yang mengingat detail segala sesuatu, termasuk kesalahan-kesalahan orang. saat orang lain meminta maaf dan saya tidak bisa memaafkannya, saya merasa terbebani bahwa diri saya bersalah karena tidak membalas kebaikan orang lain. dengan kata lain, terjadi transfer beban 'dosa'.

akhir-akhir ini, di tengah kesibukan yang menyiksa hati pikiran jiwa dan setiap sel-sel tubuh saya, saya menerima aliran permintaan maaf yang sangat banyak. pada awalnya, saya memaklumi karena saya berusaha untuk berempati dengan orang-orang yang sudah 'dicekoki' dengan akar budaya 'maaf-maafan'. akan tetapi, saya, seperti alam yang dirusak terus-menerus, punya ambang batas. saya sudah tidak tahan dengan kata-kata 'maaf' dan saya sudah mengalami habituasi. kata maaf tidak lagi menjadi kata ampuh untuk memperoleh maaf saya walaupun disertai dengan berbagai penjelasan-penjelasan yang tampaknya masuk akal dan menghimpit. saya tidak berhasil menghentikan luapan berbagai emosi negatif disertai dengan pikiran negativistis bahwa 'maaf' itu hanyalah sarana yang digunakan orang untuk lari dari tanggung jawab. dan akhirnya saya sudah sampai pada tahap dimana saya tidak mau tahu lagi dengan proses apapun yang dialami oleh orang yang sedang meminta maaf pada saya. saya memprogram diri saya untuk hanya tahu bahwa orang itu tidak melakukan kewajiban atau tidak memenuhi janjinya.

saya sampai pada kesimpulan bahwa saya hanya bisa percaya dan mengandalkan diri saya sepenuhnya. dengan tidak berharap pada orang lain, saya lebih damai, lebih sejahtera. saya meminimalisir kemungkinan saya kecewa karena toh tidak ada apapun yang saya harapkan. secara psikologis, saya sudah lebih terbiasa, lebih siap, lebih kuat untuk menghadapi orang-orang yang ingkar janji. misalnya dalam proyek, saya sudah mempersiapkan rencana apa saja yang harus saya jalankan untuk mengerjakan tugas bagian kolega saya. bahkan kalau saya sedang mempunyai energi lebih, saya bisa saja sudah menyelesaikan seluruh proyek.

mungkin ada yang bertanya-tanya, mengapa saya menulis hal-hal semacam ini. selain untuk alasan curhat, selain untuk peringatan orang yang 'obral' permintaan maaf, tidak ada lagi alasan lain.

romantis.

kata orang, saya bermasalah. saya tidak romantis dan masalah ini semakin mencuat di minggu kasih sayang ini (baca: valentine). saya sendiri bingung dengan hal ini. kalau saya disuruh mengkonstruksi alat ukur romantisme, saya pasti akan bingung. pertama, tidak ada definisi (teoritis) yang jelas tentang perilaku romantis. kedua, jika step pertama tidak dapat dilakukan dengan baik, bagaimana saya bisa mendefinisikan secara operasional. selanjutnya, bagaimana saya bisa menurunkan konstruk romantisme ke dalam domain behaviour, indicants, dan akhirnya item-item yang benar-benar merepresentasikan konstruk tersebut.

seperti apa perilaku yang dikategorikan romantis? apakah perilaku romantis bak yang kerap ditayangkan dalam telenovela-telenovela: mengirimkan puisi, bernyanyi di bawah balkon, berkata-kata "sayangku, cintaku, aku cinta padamu (dan sebagainya)"? atau makan malam 'romantis' di restoran mewah (candlelight dinner)? kalau demikian, orang yang tidak punya cukup uang akan kehilangan kesempatan berperilaku romantis.

apa pentingnya berperilaku romantis? kebanyakan orang menjawab untuk menyenangkan pasangan, sebagai ekspresi cinta. saya kemudian bertanya lagi, apa beda romantis dengan gombal? apa dalam setiap perilaku romantis, akan selalu terkandung kegombalan, berapapun kadarnya? kalau begitu, saya tidak akan senang karena menurut saya, kegombalan adalah penipuan. suatu hubungan yang baik, menurut saya, harus menjunjung asas kejujuran. maksud saya, lebih baik seorang menjadi dirinya sendiri. kalau tidak bisa tulis puisi, tidak usah sok-sok tulis puisi, cukup katakan dengan kata-kata lugas. kalau tidak biasa ber'aku-kamu' ria, ya tidak perlu, daripada janggal. jika ingin menjalin hubungan yang baik, menurut saya, harus ada keterbukaan, kejujuran, dan keinginan untuk mempertahankan hubungan. itulah yang harus dilakukan untuk menyenangkan orang lain yang kita cintai, ekspresi cinta semurni-murninya.

a matter of look

minggu kemarin, saya baru saja potong rambut di salon langganan tante saya. hairstylist di sana menyarankan saya untuk mengganti model rambut saya yang ia anggap biasa-biasa saja, rambut panjang dengan layer. saya jarang ke salon. kalau tidak berantakan sekali, saya tidak akan pergi ke salon. saya juga kurang peduli dengan model rambut. asal panjang apapun boleh. setengah jam kemudian, rambut saya berubah. saya tidak bagus mendeskripsikan perbandingan model rambut karena seperti yang sudah saya tulis, saya tidak terlalu mengerti. yang saya tahu kesan saya terhadap diri saya sendiri berubah.

saya observasi, ternyata demikian pula dengan kesan orang lain terhadap saya. mereka lebih ramah dan mereka cenderung lebih santai berinteraksi dengan saya. memang saya terkesan lebih 'terbuka' dan outgoing. hal ini membuat saya teringat pada tulisan di harian Kompas yang entah terbitan kapan (saya sendiri jarang baca koran), bahwa kita bisa menyenangkan orang lain dengan penampilan kita. tanpa bermaksud menjadi narsis, penampilan baru saya menyenangkan orang lain. dengan kata lain, saya lebih ok. :Þ


Spring 2006 Collection by Carolina Herrera Posted by Picasa


Spring 2006 Collection by Diane von Furstenberg Posted by Picasa


Spring 2006 Collection by Marc Jacobs Posted by Picasa


Spring 2006 Collection - by Michael Kors Posted by Picasa