GHoST oF THe PaSt

Seiring waktu berjalan, kita hidup. Saat hidup, kita mengalami banyak peristiwa dengan berbagai dimensi waktu, antara lain masa lalu, sekarang, dan masa depan. Walaupun kita hidup sekarang, tak pelak masa lalu masih sering membayangi kita dan gambaran masa depan seringkali muncul dalam benak kita. Masa lalu dan masa depan (prediksi) menjadikan diri kita sebagai pribadi yang utuh.

Masa lalu melatarbelakangi pola pikir, keinginan, dan kepribadian kita. Tak jarang saya mendengar orang yang mengatakan bahwa dirinya harus melupakan masa lalunya. Suatu hal yang mustahil, saya pikir. Takkan pernah orang bisa menghapus masa lalunya karena masa lalu adalah bagian dari kepribadiannya. Jika masa lalu benar-benar bisa dihapus, akan terjadi distorsi dalam diri seseorang karena kehilangan salah satu komponen dirinya.

Terkadang ada hal menyakitkan yang terjadi pada masa lalu dan mengakibatkan semacam ketraumaan dalam diri. Ketika menghadapi situasi yang hampir sama, kita mungkin ketakutan dan bahkan secara ekstrim kita bisa lari atau sebisa mungkin menghindarinya karena teringat pada rasa sakit yang dahulu. Saya rasa hal inilah penyebab seseorang menutup dirinya dengan begitu keras.

Orang yang pendiam bukan berarti orang itu tertutup. Si A yang kita kenal selalu ceria dan terlihat supel bisa saja seorang yang introvert. Ketika kita merasa sudah klop mengobrol dengan dia dan ingin mengenalnya lebih jauh, tentunya kita akan melontarkan pertanyaan yang bersifat pribadi. Dalam menghadapinya, orang introvert memiliki tiga kemungkinan. Pertama, menolak untuk menjawab, termasuk berkelit dengan mengalihkan pembicaraan. Kedua, mengarang cerita palsu. Ketiga, menceritakan 'kulit luarnya' saja dan kemudian mengalihkan pembicaraan seputar dirinya itu.

Menutup diri adalah sebuah pilihan bebas. Orang berhak untuk melakukannya. Namun, setiap pilihan pasti memiliki konsekuensi. Dengan menutup diri, segala beban diri harus kita tanggung sendiri dan pasti rasanya akan lebih berat dibandingkan jika kita membaginya dengan orang lain. Orang lain yang saya maksud bukan semua orang melainkan orang yang paling kita percaya, yaitu orang yang kita sayangi dan menyayangi kita.

Belum bisa percaya dengan orang lain? Mungkin kita harus mencoba untuk lebih terbuka, dalam konteks mau mengenal orang lain, bukan menceritakan rahasia kepada semua orang. Ketika berada dalam proses mengenal itu, pastilah ada satu atau dua orang yang sreg. Saat sudah menemukannya, janganlah berkeras pada diri sendiri bahwa mereka tak mungkin bisa mengerti diri kita. Mereka bisa asalkan kita membiarkan mereka mengenal diri kita, setidaknya dari keseharian kita. Dengan kata lain, semuanya tergantung diri kita sendiri.

0 comments: