GOSIP

Gosip. Pasti kita akrab dong dengan ini, apalagi yang hobi nonton infotainment. Atau yang sering ngumpul sama cewi-cewi? Rasanya kurang mantep kalo gak ngomongin gosip.

Sebetulnya apa sih gosip itu? Kalau kata kamus Bahasa Inggris, gossip itu turunan kata dari gossipry, artinya percakapan dengan teman-teman dekat. Konotasi gosip negatif sejak pertengahan abad XIX sejak persahabatan yang romantis udah mulai ramai dibicarain.

Sekarang kita mendefinisikan gosip itu jadi

a report (often malicious) about the behavior of other people

Kemaren saya ngumpul-ngumpul bareng-bareng teman-teman saya. Wah maklum udah lama gak ketemu, ngobrolnya lumayan panjang. Ngomongin kabar kita masing-masing, sedikit curhat, dan gak lupa, GOSIP. Kadang-kadang curhat itu kecampur dengan gosip. Misalnya, teman saya sedih karena kelakuan seorang pejantan. Otomatis kelakukan pejantan yang buruk itu dicurhatin juga. Maka jadilah gosip. Tapi sering juga yang memang cuma gosip. Alias tidak ada hubungan dengan urusan sakit hati, tapi asik saja ngomongin kejelekan orang lain.


"Eh lo kenal si X ga?"

"Kenal"

"Menurut lo, dia orangnya gimana?"

"Baik. Kayaknya sering bantuin orang. Dengerin orang curhat trus nasehatin orang."

"Nah lo kenalnya dia yang sering nasehatin orang soal cinta-cintaan kan. Tapi tau gak? Dia itu posesif banget lho sama ceweknya. Cemburu melulu. Trus kalo ceweknya pergi ama temen-temennya, dia maksa ikut. Kalo gak dikasih tahu, ngambeg, alasannya 'Gue kan cowok lo'. Padahal ceweknya itu emang males sama dia soalnya dia suka aneh. Dia kan cuma jago kandang. Di luaran, dia gak ada apa-apa."


Wah. Tambah informasi nih. Jadi dia ternyata aslinya begini lho. Di kepala saya langsung muncul dua meteran panjang. Tadinya saya di posisi tengah, agak ke bawah dan dia yang ada di posisi atas. Setelah dengar gosip dari teman saya, posisi saya naik ke atas dan posisi dia jadi di bawah saya. Wow, ternyata saya (merasa) lebih baik dari dia. Ternyata ada orang yang lebih aneh dari gue lho. Kalau saya pikir-pikir lagi, mungkin banyak orang yang suka gosip karena itu. Paling kelihatan jelas kalau "Ih gue mah gak gitu, kalo gue...". Ya, saya sering juga melakukannya. Asik sih. Hehehe.

Ternyata urusan gosip bisa lebih dari ini. Baru-baru ini teman saya yang sakit hati dengan suatu oknum yang disebutnya public enemy, melancarkan serangan terbuka terhadap oknum ini, lewat open press di internet (baca: blog). Menurut teman saya itu, yang ia tulis sudah bukan gosip lagi, tapi sudah jadi fakta karena banyak orang yang sudah mengkonfirmasi cerita itu benar. Kata teman saya, sudah teruji validitasnya. Semua teman-temannya punya akses terbuka untuk baca 'pengumuman' itu. Dia memang tidak menyebut nama (cuma sebut julukan). Tapi semua orang tahu bahwa yang dimaksud adalah orang tersebut. Alasan dia bukan ingin memberitahu orang-orang bahwa dia lebih baik dari orang itu. Tapi dianya memang sudah kepalang tidak bisa menahan diri lantaran orang yang satu ini menyebabkan kepanikan satu rombongan (baca: gang).

Pertama, oknum ini mengancam keamanan seorang teman, yang juga adalah teman saya. Kedua, oknum ini membahayakan nama baik teman-teman baik teman saya, termasuk teman saya itu. Ketiga, menganggu stabilitas emosi pada saat teman saya dan teman-temannya sedang melakukan suatu pekerjaan yang taruhannya keringat dan darah. Keempat, oknum ini sudah diperingatkan dari yang masih bernada halus sampai benar-benar direct. Tapi sang oknum ini tidak sadar juga dan bahkan makin menjadi-jadi. Jadilah blog itu yang mengundang banyak kontroversi. Ada banyak yang setuju. Dan juga ada yang merasa terganggu, yaitu sang oknum sendiri. Untungnya urusan ini belum sampai urusan fisik. Tidak ada pertumpahan darah (setidaknya sampai sekarang ini). Tapi kalau menurut saya, bisa jadi ada perang dingin, antara teman saya bersama satu gengnya dengan sang oknum yang mungkin sudah menjaring massa. Jadi ingat Perang Dingin Blok Barat dan Blok Timur. Sejarah memang terulang walaupun skalanya berbeda.

Mau tak mau, proses empati bekerja di situ. Saya membayangkan bagaimana perasaan saya jika berada di posisi teman saya. Setelah saya baca blog itu, saya yang masih netral terhadap oknum itu, jadi lumayan berpihak ke teman saya. Bukan tak mungkin, sang oknum merancang serangan balasan. Bikin gosip tentang teman saya itu sehingga orang-orang pendapatnya jadi negatif teman saya. Sangat mudah lho memutarbalikkan cerita yang tanpa bukti fisik. Bahkan di negara kita tercinta, Indonesia, yang ada bukti fisik juga masih bisa dimanipulasi kok. Yang penting uang. Money is power. Hm tapi gosip itu bisa juga jadi uang. Buktinya? Lihat saja infotainment-infotainment yang sering wara wiri di televisi. Kalau gak laku, bagaimana mungkin setiap stasiun televisi punya minimal dua acara infotainment.

Dalam urusan teman saya ini, mungkin power-nya adalah kualitas hubungan teman saya dan orang-orang. Kalau orang-orang percaya dengan teman saya, bukan tak mungkin sang oknum yang menggosipkan teman saya, berbalik dijelek-jelekkan orang-orang. Tapi bisa saja yang terjadi sebaliknya. Kalau power sang oknum itu lebih kuat, tentunya teman saya jadi kalah.

Saya pikir, wah hebat juga ya gosip. Bisa dipakai buat pemanis obrolan, bisa juga untuk perang. Pandangan orang terhadap sesuatu bisa berubah karena gosip. Kata orang, sekarang bukan jamannya lagi perang fisik. Sekarang jamannya perang informasi. Perang gosip!

3 tahun lagi ada AFTA. Orang harus bisa minimal dua bahasa asing jika tidak mau didepak dari uang. Berarti saya harus belajar satu bahasa lagi. Selain ngeri jadi pengangguran, saya juga tidak mau ketinggalan gosip antar bangsa dalam berbagai bahasa.

0 comments: